1926 merupakan tahun bersejarah bagi umat Islam Indonesia. Pada tahun tersebut umat Islam Indonesia mengadakan kongres di Surabaya yang berlangsung dari tanggal 18-23 September 1926. Kongres ini dihadiri oleh tokoh-tokoh utama umat dari berbagai golongan, antara lain, sekadar menyebut sebagai misal, H.O.S. Cokroaminoto, Kyai Mas Mansyur, H. Agus Salim, A.M. Sangaji, dan Usman Amin.
Di antara keputusan penting yang disepakati oleh Kongres Umat Islam ini adalah mengirim seorang utusan untuk menghadiri Muktamar Islam se- Dunia yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat di Mekkah. Kongres menyepakati bahwa utusan yang akan dikirim itu sekurang-kurangnya mahir berbahasa Arab dan Inggris. Di sinilah kemudian timbul masalah tentang siapa yang akan menjadi utusan. Karena tidak seorang pun dari peserta Kongres yang menguasai kedua bahasa tersebut dengan baik. Akhirnya dipilihlah dua orang utusan; yang satu pandai berbahasa Inggris, yaitu H.O.S. Cokroaminoto, dan satu lagi adalah Kyai Mas Mansyur yang mahir berbahasa Arab.
Peristiwa pemilihan utusan dengan kriteria semacam ini meninggalkan kesan sangat kuat dalam diri K.H. Ahmad Sahal, yang menjadi peserta Kongres mewakili umat Islam di wilayah Madiun. Sepulang dari Kongres masalah ini menjadi topik pembicaraan bersama kedua adiknya dan merupakan masukan pemikiran yang sangat berharga bagi bentuk dan ciri lembaga pendidikan yang akan dibina, yang meletakkan B. Arab dan Inggris sebagai bahasa pengantar dalam belajar dan bahasa komunikasi harian para santri.....
Artikel Lengkapnya silakan Download
Artikel Ditulis Oleh:
Dr. K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A.
Pimpinan Pondok Modern Gontor
Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.kmp-malang.com www.arminaperdana.blogspot.com
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Refleksi dan Rekonstruksi Pendidikan Islam: Kasus Gontor"
Posting Komentar