Studi kasus dapat diartikan sebagai: an intensive, holistic description, and analysis of a single instance, phenomenon, or social unit. Pengertian tersebut memberikan penjelasan bahwa pada dasarnya studi kasus adalah suatu strategi penelitian yang mengkaji secara rinci atas suatu latar atau satu orang subjek atau satu peristiwa tertentu.
Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni penyajikan pandangan subjek yang diteliti sehingga dapat ditemukan konsistensi internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi faktual tetapi juga keterpercayaan (trustworthiness). Dipilihnya studi kasus sebagai rancangan penelitian karena peneliti ingin mempertahan-kan keutuhan subjek penelitian. Peneliti juga beranggapan bahwa fokus penelitian kualitatif biasanya akan lebih mudah dijawab dengan desain studi kasus.
Studi kasus sendiri merupakan bagian dari penelitian kualitatif. Jadi, sebuah penelitian yang menggunakan studi kasus sejatinya hanya menggunakan desain atau rancangan studi kasus, adapun pendekatannya tetap mengacu pada pendekatan kualitatif. Alasan digunakannya pendekatan kualitatif sebagai pendekatan penelitian adalah karena peneliti melihat sifat dari masalah diteliti yang dapat berkembang secara alamiah sesuai dengan kondisi dan situasi di lapangan. Peneliti juga berkeyakinan bahwa dengan pendekatan alamiah, penelitiannya akan menghasilkan informasi yang lebih kaya.
Jadi, dipilihnya pendekatan kualitatif sebagai pendekatan penelitian karena peneliti berkeinginan untuk memahami dunia makna subjek penelitian secara mendalam. Rancangan penelitian dibuat sebagaimana umumnya rancangan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, yang umumnya bersifat sementara dan lebih banyak memperhatikan pembentukan teori substantif dari data empiris yang akan didapat di lapangan.
Untuk itu, desain penelitian dikembangkan secara terbuka dari berbagai perubahan yang diperlukan sesuai dengan kondisi lapangan. Hal ini penting untuk dijelaskan, mengingat penelitian kualitatif merupakan penelitian yang didesain dalam kondisi dan situasi alamiah (naturalistic) sehingga dapat ditemukan kebenaran dalam bentuk yang semurni-murninya tanpa mengalami distorsi yang disebabkan oleh instrumen dan desain penelitian. Karena instrumen dan desain penelitian cenderung mengkotak-kotakkan manusia dalam kerangka konsepsi yang kaku.
Rujukan dan Catatan:
1. Yesim Ozbarlas, Perspectives on Multicultural Education: Case Studies Of A German And An American Female Minority Teacher, A Dissertation, not Published (Atlanta: the College of Education in Georgia State University, 2008), 60.
2. Meski memungkinkan peneliti untuk memperoleh wawasan yang mendalam mengenai aspek-aspek perilaku manusia, studi kasus sering tidak mempunyai keluasan. Dinamika seseorang atau satu unit sosial tertentu mungkin tidak sama dengan dinamika seseorang atau unit sosial di tempat lain. Lihat Donald Ary, et.al., tanpa judul asli, diterjemahkan oleh Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 449.
3. Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif; Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: PT. Remaja Rosdakaya, 2003), 201.
4. Keinginan ini sesuai dengan ciri khas dari studi kasus itu sendiri. Sifat khas dari studi kasus adalah tujuannya pada keinginan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari subjek. Artinya data yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi. Lihat Jacob Vredenbregt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1978), 34; dan M. Djunaidi Ghony, Metode Penelitian Pendidikan (Malang: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, 1996), 26.
5. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan Pamela Baxtera bahwa: “A case study design should be considered when: (a) the focus of the study is to answer “how” and “why” questions; (b) you cannot manipulate the behaviour of those involved in the study; (c) you want to cover contextual conditions because you believe they are relevant to the phenomenon under study; or (d) the boundaries are not clear between the phenomenon and context”. Pamela Baxter, et.al., “Qualitative Case Study Methodology: Study Design and Implementation for Novice Researchers” http://www.nova.edu/ssss/QR/QR13-4/baxter.pdf (diakses pada 17 September 2008), 545.
6. Stauss mengidentifikasi pendekatan kualitatif sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik dan bentuk hitungan lainnya. Terkait alasan penggunaan pendekatan ini, Stauss mengatakan bahwa banyak alasan yang melandasi digunakannya pendekatan kualitatif. Di antara beberapa alasan terpenting adalah kemantapan peneliti sendiri dan sifat dari masalah yang diteliti. Lihat Anselm Strauss, et.al., “Basics of Qualitative Research: Grounded Theory Procedures and Techniques” diterjemahkan oleh Muhammad Shodiq, et.al., Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-teknik Teorisasi Data (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 5.
7. Menurut Suprayogo, secara umum, penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami (understanding) dunia makna yang disimbolkan dalam perilaku masyarakat menurut perspektif masyarakat itu sendiri. Lihat Imam Suprayogo, et.al., Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 9.
8. Sukidin, et.al., Metode Penelitian: Membimbing dan Mengantar Kesuksesan Anda dalam Dunia Penelitian (Surabaya: Insan Cendekia, 2005), 23.
9. Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan; Teori dan Aplikasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 91.
10. IKIP Jakarta, Memperluas Cakrawala Penelitian Ilmiah (Jakarta: IKIP Jakarta, 1988), 67.
Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.kmp-malang.com www.arminaperdana.blogspot.com
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Rancangan Penelitian Studi Kasus"
Posting Komentar