Menurut Ekosusilo, istilah “nilai” merupakan istilah yang tidak mudah untuk didefinisikan dan dibatasi secara pasti. Ini disebabkan karena nilai merupakan sebuah realitas yang abstrak. Sedangkan EM. Kaswardi menuyebutkan nilai adalah realitas abstrak yang merupakan prinsip-prinsip yang menjadi pedoman hidup seseorang. Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan di mana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan.
Nilai juga dapat didefinisikan sebagai ide-ide mendasar yang sesuai dengan yang diinginkan, yang benar, dan yang baik oleh sebagian besar anggota organisasi. Sekolah sebagai organisasi mempunyai nilai-nilai yang diyakini oleh anggota organisasi yang termanifestasi pada cara berpikir, bertindak, dan menyikapi hal-hal yang terkait dengan sekolah.
Nilai dan keyakinan dalam kepemimpinan merupakan landasan filosofis semangat organisasi (spirit of organization) sehingga roda organisasi dapat bergerak sesuai dengan visi dan misi yang diharapakan. Nilai dan keyakinan seorang pemimpin tentang organisasi yang dipimpinnya merupakan dimensi terdalam dari nilai-nilai universal yang diemban sekolah, yang merupakan refleksi dari nilai dan keyakinan warga sekolah.
Nilai dan keyakinan yang dimiliki seorang pemimpin, biasanya termanifestasi dalam diri organisasi. Di mana pemimpin berupaya agar nilai dan keyakinannya dapat menjadi harapan dan milik anggota organisasi. Peran dan tanggung jawab kepala sekolah adalah untuk mentransformasi nilai dan keyakinan agar terwujud dalam perilaku organisasi. Kepala sekolah mengarahkan nilai dan keyakinan untuk membangun budaya sekolah unggul (culture of excellence school).
Nilai dan keyakinan dalam organisasi sekolah yang perlu menjadi perhatian untuk mencapai keunggulan sekolah (excellence school) yaitu kualitas, keefektifan, persamaan, efisiensi, dan pemberdayaan. Keunggulan sekolah tercapai karena didukung dengan nilai-nilai dasar yang diyakini kepala sekolah dan anggota organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut bersifat laten dan termanifestasi dalam kehidapan sehari-hari, seperti nilai keunggulan, nilai ibadah (pengabdian), nilai tanggung jawab dan sebagainya.
Sejauh mana nilai dan keyakinan dapat memberikan kontribusi dalam menggerakkan roda organisasi sangat tergantung pada peran dan tanggung jawab kepala sekolah. Ia dituntut untuk mengkomunikasikan nilai dan keyakinan organisasi agar memberikan dampak positif terhadap perilaku anggotanya. Siswa, guru, staf, orang tua, dan masyarakat harus memahami, menghayati, dan mengartikulasikan nilai dan keyakinan sekolah untuk mencapai tujuan.
Kepala sekolah diharapkan dapat membangun nilai dan keyakinan sekolah yang kokoh sebagai landasan untuk membangun sekolah yang baik (good school). Nilai dan keyakinan dapat menjadi landasan moral perilaku anggota organisasi sekolah. Kepala sekolah membangun nilai dan keyakinan anggota didasarkan pada visi dan misi sekolah tersebut.
Nilai-nilai pendidikan dapat diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai kehidupan yang saling terkait satu sama lainnnya, yaitu:
1) Creative values (nilai-nilai kreatif), dalam hal ini berbuat kebajikan dan melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi lingkungan termasuk usaha merealisasikan nilai-nilai kreatif.
2) Experimental values (nilai-nilai penghayatan); meyakini dan menghayati kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan dan nilai-nilai yang dianggap berharga.
3) Attitudinal values (nilai-nilai bersikap); menerima dengan tabah dan mengambil sikap yang tepat terhadap penderitaan yang tak dapat dihindari lagi setelah melakukan upaya secara optimal, tetapi tidak berhasil mengatasinya.
Adapun norma dapat dipahami sebagai seperangkat ketentuan yang berlangsung secara alami dan ditetapkan oleh suatu kelompok untuk ditaati bersama. Norma dapat berupa adat istiadat dan peraturan. Norma menjadi referensi anggota dalam perpikir dan bertindak terhadap tujuan yang akan dicapai. Itulah sebabnya sekolah yang memiliki norma-norma keagungan akan melahirkan karakteristik budaya yang berkualitas.
Sekolah yang memiliki budaya mutu dapat dilihat dari kemampuan sekolah ini untuk menciptakan seperangkat norma sebagai acuan warga sekolah dalam berprilaku di sekolah. Kepala sekolah, guru, siswa, staf, dan lainnya tanpa norma yang tertanam dalam aktivitas sehari-hari akan sulit untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Oleh karenanya kepala sekolah dituntut untuk membangun norma sekolah agar tercapai iklim sekolah yang bermutu.
Seperangkat peraturan sekolah merupakan bentuk norma yang terorganisir dalam suatu organisasi sekolah. Peraturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis merupakan bagian dari norma sekolah, yang merupakan budaya sekolah. Semakin tinggi norma yang ditetapkan dalam sekolah maka semakin tinggi budaya mutu yang lahir di sekolah.
Rujukan:
1. Madyo Ekosusilo, Sekolah Unggul Berbasis Nilai: Studi Multikasus di SMA Negeri 1, SMA Regina Pacis, dan SMA Al Islam 1 Surakarta (Sukoharjo: Bantara Press, 2003), 22.
2. EM. Kaswardi, Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, (Jakarta : Gramedia, 1993), 20.
3. Asrin, Kepemimpinan Kepala Sekolah Pada Budaya Mutu di Sekolah; Studi Multikasus di SMAN Agung Dan SMAI Kartini Di Kota Bunga (Malang: Disertasi UM Tidak Diterbitkan, 2006), 56-58
Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.kmp-malang.com www.arminaperdana.blogspot.com
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Artikulasi Nilai Kepemimpinan Kepala Sekolah"
Posting Komentar