Kata madrasah diambil dari akar kata darasa yang berarti belajar. Madrasah adalah isim makan dari kata ini sehingga berarti tempat untuk belajar. Istilah madrasah sering diidentikkan dengan istilah sekolah atau semacam bentuk perguruan yang dijalankan oleh sekelompok atau institusi umat Islam (Zaki Badawi, 1980:229). Secara umum madrasah juga sama dengan sekolah-sekolah lain, yaitu lembaga pendidikan yang menggunakan sistem klasikal dan kelas dengan segala fasilitasnya seperti kursi, meja dan papan tulis, kecuali aspek tradisi dan kurikulum yang dilaksanakan. Meskipun sekarang posisi madrasah secara yuridis sama terutama dalam aspek kurikulum (lihat Permendiknas no. 22, 23, 24 tahun 2006), tetapi madrasah secara umum masih mempertahankan ciri khasnya sebagai sekolah yang berciri khas Islam.
Madrasah sebagai salah satu bentuk kelembagaan pendidikan Islam memiliki sejarah yang sangat panjang. Menurut Syalabi (1987: 43) madrasah pertama kali dirikan pada tahun 459 H oleh Nizam al-Mulk di Baghdad, bahkan menurut Hasan Abd ‘Al (1988; 210) madrasah telah lebih awal berdiri pada abad keempat Hijriyah di Naisabur. Munculnya pendidikan madrasah pada awalnya selain dilatarbelakangi oleh motivasi agama dan motivasi ekonomi, juga motivasi politik. Sebab itu kelembagaan madrasah merupakan formalisasi yang dilakukan pemerintah terhadap sistem pendidikan informil yang telah ada sebelumnya, sisi lain ialah adanya ketentuan-ketentuan yang lebih jelas yang berkaitan dengan komponen-komponen pendidikan dan keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan madrasah.
Dengan demikian keberadaan madrasah pada waktu itu merupakan tonggak baru dalam penyelenggaraan pendidikan Islam yang banyak memberikan kontribusi terhadap perkembangan dunia pendidikan pada masa-masa berikutnya, termasuk perkembangan pendidikan di dunia Barat. Abd Ghani Abud (dalam Maksum, 1999: 75) mengatakan “pendirian universitas-universitas di Barat adalah sebagai hasil inspirasi dan pengaruh madrasah (Nidzamiyah)”. George Makdisi (dalam Studia Islamica 32: 1970: 255-264) juga membuktikan, bahwa tradisi akademik Barat secara historis mengambil banyak keuntungan dari tradisi madrasah.
Di Indonesia, madrasah merupakan fenomena moderen yang dimulai sekitar awal abad ke-20. Tidak ada kejelasan hubungan madrasah abad ke 11-12 di timur tengah dengan munculnya madrasah di Indonesia pada awal abad ke-20. Sejarah pertumbuhan madrasah di Indonesia, jika dikembalikan pada situasi awal abad ke-20, dianggap sebagai memiliki latar belakang sejarahnya sendiri, walaupun sangat dimungkinkan ia merupakan konsekuensi dari pengaruh intensif pembaharuan pendidikan Islam di timur tengah masa moderen. Hal tersebut seperti ditegaskan IP Simanjuntak (1972/1973: 24) bahwa masuknya agama Islam tidak mengubah hakekat pengajaran agama yang formil, yang berubah ialah isi agama yang dipelajari, bahasa yang menjadi wahana bagi pelajaran agama itu, serta latar belakang pelajar-pelajar, jadi masih tetap menganut pola hindu. Sejalan dengan itu penelitian Karel Steenbrink (1994) mengindikasikan bahwa pendidikan Islam berevolusi dari pesantren, madrasah dan kemudian sekolah, sebab itu madrasah di Indonesia dianggap sebagai perkembangan lanjut atau pembaharuan dari lembaga pendidikan pesantren dan surau.
Keberadaan madrasah seperti sekarang ini merupakan akumulasi berbagai macam budaya dan tradisi pendidikan yang berkembang di Indonesia. Mulai dari tradisi pra-sejarah atau tradisi asli, tradisi Hindu-Budha, tradisi Islam, dan tradisi barat atau moderen (Malik Fadjar, 1998:19). Oleh sebab itu madrasah telah menjadi salah satu wujud entitas budaya bangsa Indonesia yang telah menjalani proses sosialisasi yang relatif intensif, dan dalam waktu yang cukup panjang itu telah memainkan peran tersendiri dalam panggung pembentukan peradaban bangsa.
Sebelum terbentuk sistem madrasah, pada awalnya proses pendidikan dan pengajaran dilaksanakan di masjid dan pesantren. Setelah terbuka dan semakin kuatnya proses pembentukan “Intellectual Webs” (jaringan intelektual) di kalangan umat Islam dengan Haramain sebagai sumber tempat yang “asli”, nuansa mistik yang kental di pondok pesantren lambat laun semakin berkurang dan bergerak ke arah proses ortodoksi, atau oleh pengamat peradapan di Indonesia menyebut adanya proses bergerak dari Islam yang bercorak mistik menuju ke Islam Sunni (Malik Fadjar, 1998: 22). Disisi lain juga terjadi proses perubahan isi pembelajaran di dalam format-format pembelajaranya. Persentuan “global” dengan pusat Islam di Haramain memungkinkan para pelaku pendidikan Islam melihat sistim pembelajaran yang lebih terprogram. Maka tumbuh dan berkembanglah pola pembelajaran pelajaran Islam yang dikelola denggan sistim “Madrasi”. Sebagaimana dimaklumi bahwa sistim madrasah pertama kali didirikan dan diperkenalkan di dunia Islam adalah madrasah Nidzamiyah di baghdad yang didirikan oleh perdana mentri Nidzamul Mulk (1018/1019-10992), seorang penguasa Bani saljuk pada abad II yang salah seorang gurunya adalah Imam Ghazali (ensiklopedia Islam; 3:1994) kemudian sistem madrasah ini berkembang ke berbagai kota di negeri Islam antara lain di Kairo (Mesir) berdiri perguruan al-Azhar, di Spayol berdiri perguruan Cordoba dan di India berdiri madrasah Deoban. Dari sini dapat diketahui bahwa madrasah yang kita temukan di Indonesia bukanlah suatu yang indigenius (pribumi) dalam peta dunia pendidikan di Indonesia, dan juga sebagaimana yang ditunjukkan oleh kata “madrasah” itu sendiri yang berasal dari bahasa Arab, secara harfiah kata ini setara maknanya dengan “sekolah”. Berbeda dengan pesantren, yang oleh para peneliti/ilmuwan dipandang sebagai lembaga pendidikan Islam yang memiliki watak indigenius (A.Malik Fadjar, 1998:20).
Dilihat dari pengelolaannya, pendidikan sistem madrasah ini memungkinkan cara pembelajaran secra klasikal. Hal ini berbeda dengan cara yang berkembang di pondok pesantren yang lebih bersifat individual seperti yang terdapat pada sistem sorogan dan wetonan. Pengelolaan sistem madrasi juga memungkinkan adanya pengelompokan pelajaran-pelajaran tentang pengetahuan Islam yang penyampaiannya dilakukan secara bertingkat-tingkat. Pengelompokan ini sekaligus memperhitungkan rentang waktu yang dubutuhkan. Sehingga secara tehnis, sistem madrasi berusaha mengorganisasikan kegiatan kependidikannya dengan sistem kelas-kelas berjenjang dengan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pelajaran yang sudah dipolakan.
Format madrasah dari waktu ke waktu semakin jelas sosoknya, sementara isi dan visi keIslaman terus mengalami perubahan, seiring dengan semakin kuatnya kontak dengan dunia luar terutama dengan negara-negara Islam dan juga dipengaruhi oleh kolonialisasi di nusantara ini yang berabad-abad lamanya.
Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
Sumber:M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.kmp-malang.com
www.arminaperdana.blogspot.com, http://grosirlaptop.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar