Jumat, 22 April 2011

Model-model Supervisi Pengajaran


Yang dimaksud dengan model dalam uraian ini adalah suatu pola, contoh: acuan dari supervisi yang diterapkan. Ada berbagai model yang berkembang.

a. Model Supervisi yang Konvensional (Tradisional)
Model ini tidak lain dari refleksi dari kondisi masyarakat pada suatu saat. Pada saat kekuasaan yang otoriter dan feodal, akan berpengaruh pada sikap pemimpin yang otokrat dan korektif. Pemimpin cenderung untuk mencari-cari kesalahan. Perilaku supervisi ialah mengadakan inspeksi untuk mencari kesalahan dan menemukan kesalahan. Kadang-kadang bersifat memata-matai. Sering disebut supervisi yang korektif. Mencari-cari kesalahan dalam membimbing sangat bertentangan dengan prinsip dan tujuan supervisi pendidikan. Akibatnya guru-guru merasa tidak puas dan ada dua sikap yang tampak dalam kinerja guru:
1) Acuh tak acuh (masa bodoh).
2) Menantang (agresif)

b. Model Supervisi yang Bersifat Ilmiah

Supervisi yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Dilaksanakan secara berencana dan kontinyu
2) Sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu
3) Menggunakan instrumen pengumpulan data
4) Ada data yang objektif yang diperoleh dari keadaan yang riil.

Dengan menggunakan merit rating, skala penilaian atau checklist lalu para siswa atau mahasiswa menilai proses kegiatan belajar-mengajar guru/dosen di kelas. Hasil penelitian diberikan kepada guru-guru sebagai balikan terhadap penampilan mengajar guru pada cawu atau semester yang lalu. Data ini tidak berbicara kepada guru dan guru yang mengadakan perbaikan. Penggunaan alat perekam data ini berhubungan erat dengan penelitian. Walaupun demikian, hasil perekam data secara ilmiah belum merupakan jaminan untuk melaksanakan supervisi yang lebih manusiawi.

c. Model Supervisi Klinis
Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intesif terhadap penampilan pembelajarannya dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran.

Beberapa alasan mengapa supervisi klinis diperlukan, diantaranya:
1) Tidak ada balikan dari orang yang kompeten sejauh mana praktik profesional telah memenuhi standar kompetensi dan kode etik
2) Ketinggalan iptek dalam proses pembelajaran
3) Kehilangan identitas profesi
4) Kejenuhan profesional (bornout)
5) Pelanggaran kode etik yang akut
6) Mengulang kekeliruan secara masif
7) Erosi pengetahuan yang sudah didapat dari pendidikan prajabatan (PT)
8) Siswa dirugikan, tidak mendapatkan layanan sebagaimana mestinya
9) Rendahnya apresiasi dan kepercayaan masyarakat dan pemberi pekerjaan

Secara umum tujuan supervisi klinis untuk :
1) Menciptakan kesadaran guru tentang tanggung jawabnya terhadap pelaksanaan kualitas proses pembelajaran.
2) Membantu guru untuk senantiasa memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
3) Membantu guru untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang muncul dalam proses pembelajaran
4) Membantu guru untuk dapat menemukan cara pemecahan maslah yang ditemukan dalam proses pembelajaran
5) Membantu guru untuk mengembangkan sikap positif dalam mengembangkan diri secara berkelanjutan.

Supervisi klinis memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Perbaikan dalam pembelajaran mengharuskan guru mempelajari keterampilan intelektual dan bertingkah laku berdasarkan keterampilan tersebut.
2) Fungsi utama supervisor adalah menginformasikan beberapa keterampilan, seperti: (1) keterampilan menganalisis proses pembelajaran berdasarkan hasil pengamatan, (2) keterampilan mengembangkan kurikulum, terutama bahan pembelajaran, (3) keterampilan dalam proses pembelajaran.
3) Fokus supervisi klinis adalah: (1) perbaikan proses pembelajaran, (2) keterampilan penampilan pembelajaran yang memiliki arti bagi keberhasilan mencapai tujuan pembelajaran dan memungkinkan untuk dilaksanakan, dan (3) didasarkan atas kesepakatan bersama dan pengalaman masa lampau.

Beberapa prinsip yang menjadi landasan bagi pelaksanaan supervisi klinis, adalah:
1) Hubungan antara supervisor dengan guru, kepala sekolah dengan guru, guru dengan mahasiswa PPL adalah mitra kerja yang bersahabat dan penuh tanggung jawab.
2) Diskusi atau pengkajian balikan bersifat demokratis dan didasarkan pada data hasil pengamatan.
3) Bersifat interaktif, terbuka, obyektif dan tiidak bersifat menyalahkan.
4) Pelaksanaan keputusan ditetapkan atas kesepakatan bersama.
5) Hasil tidak untuk disebarluaskan
6) Sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru, dan tetap berada di ruang lingkup pembelajaran.
7) Prosedur pelaksanaan berupa siklus, mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan (pengamatan) dan tahap siklus balikan.

Pelaksanaan supervisi klinis berlangsung dalam suatu siklus yang terdiri dari tiga tahap berikut:
1) Tahap perencanaan awal. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: (a) menciptakan suasana yang intim dan terbuka, (b) mengkaji rencana pembelajaran yang meliputi tujuan, metode, waktu, media, evaluasi hasil belajar, dan lain-lain yang terkait dengan pembelajaran, (c) menentukan fokus obsevasi, (d) menentukan alat bantu (instrumen) observasi, dan (5) menentukan teknik pelaksanaan observasi.

2) Tahap pelaksanaan observasi. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: (a) harus luwes, (b) tidak mengganggu proses pembelajaran, (c) tidak bersifat menilai, (d) mencatat dan merekam hal-hal yang terjadi dalam proses pembelajaran sesuai kesepakatan bersama, dan (e) menentukan teknik pelaksanaan observasi.

3) Tahap akhir (diskusi balikan). Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain: (a) memberi penguatan; (b) mengulas kembali tujuan pembelajaran; (c) mengulas kembali hal-hal yang telah disepakati bersama, (d) mengkaji data hasil pengamatan, (e) tidak bersifat menyalahkan, (f) data hasil pengamatan tidak disebarluaskan, (g) penyimpulan, (h) hindari saran secara langsung, dan (i) merumuskan kembali kesepakatan-kesepakatan sebagai tindak lanjut proses perbaikan .

d. Model Supervisi Artistik
Supervisi itu menyangkut bekerja untuk orang lain (working for the others), bekerja dengan orang lain (working with the others), bekerja melalui orang lain (working through the others). Dalam hubungan bekerja dengan orang lain maka suatu rantai hubungan kemanusiaan adalah unsur utama. Hubungan manusia dapat tercipta bila kerelaan untuk menerima orang lain sebagaimana adanya.

Menurut Thomas Gordon yang dikutip dalam bukunya Piet A. Sahertian mengatakan Supervisi lebih banyak menggunakan bahasa penerimaan ketimbang bahasa penolakan . Supervisor yang mengembangkan model artistik akan menampakkan dirinya dalam relasi dengan guru-guru yang dibimbing sedemikian baiknya sehingga para guru merasa diterima. Adanya perasaan aman dan dorongan positif untuk berusaha terus maju. Sikap seperti mau belajar mendengarkan perasaan orang lain, mengerti orang lain dengan problem-problem yang dikemukakan, menerima orang lain sebagaimana adanya, sehingga orang dapat menjadi dirinya sendiri, itulah supervisi artistik.


Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Sumber:
www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.kmp-malang.com
www.arminaperdana.blogspot.com
, http://grosirlaptop.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar