Secara resmi konsep komite sekolah mulai digulirkan sejak tanggal 2 April 2002, meskipun fungsinya secara spesifik lokal mungkin saja telah ada yang menjalankannya jauh lebih dulu sebelumnya. Pelibatan masyarakat dalam pendidikan dirasa sangat diperlukan, dan sekarang diharapkan tidak hanya dalam bentuk konsep dan wacana, tetapi lebih pada action di lapangan.
Keberadaan komite sekolah dan dewan pendidikan secara legal formal telah dituangkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang dewan pendidikan dan komite sekolah dikuatkan dengan pasal 56 UU No. 20 Tahun 2003 tentang dewan pendidikan dan komite sekolah. Berdasarkan keputusan tersebut, komite sekolah merupakan sebuah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan tingkat pendidikan baik pada pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan luar sekolah.
Ditinjau dari perspektif historis penyelenggaraan persekolahan di Indonesia, peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam pendidikan sudah berjalan sejak lama. Sebelum tahun 1974 orang tua siswa telah membentuk Persatuan Orang tua Murid dan Guru (POMG). Mulai tahun 1974 POMG ini dibubarkan dan diganti dengan Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). pembentukan BP3 didasarkan pada Instruksi Menteri pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri No. 17/0/1974 dan No. 29/0/1974.
Secara konseptual, lembaga BP3 ini memang memiliki segi-segi positif dan negatif. Dari segi positif, peran BP3 kurang lebih memang sama dengan peran komite sekolah yang ada sekarang. Lembaga ini sama dengan lembaga yang ada di beberapa negara lain, seperti Persatuan Ibu dan Bapa dan Guru (PIBG) di Malaysia, atau Parent Teacher Organization (PTO) atau Parent Teacher Association (PTA) di beberapa negara maju. Meskipun demikian, proses pembentukan BP3 diatur dari pemerintah pusat, dengan AD/ART tersebut ditetapkan bahwa kepala sekolah berstatus sebagai pembina, dengan kedudukan berada di atas BP3 dan memiliki hubungan hierarkis dengan BP3. Meski peran BP3 memang tidak hanya berlaku dalam aspek pemberian bantuan dalam bidang finansial atau keuangan, namun dalam praktek di lapangan peran utama BP3 memang terbatas kepada peran finansial tersebut.
Dalam perjalanannya, pelaksanaan peran BP3 sebagai badan pembantu penyelenggaraan pendidikan di sekolah belum berkutat dari memberikan bantuan dalam bidang keuangan kepada sekolah. Bahkan peran inilah yang kemudian menjadi stigma yang melekat pada BP3. sampai suatu saat, peran BP3 diambil alih oleh kebijakan pemerintah program SD Inpres, ketika minyak bumi telah menghasilkan dolar yang sangat besar kepada pemerintah.
Pada era krisis tersebut, untuk memberikan bantuan kepada siswa yang kurang mampu dengan tujuan agar tidak sampai putus sekolah, pemerintah mengadakan suatu program yang dikenal dengan Jaring Pengaman Sosial (JPS). Untuk menentukan sasaran program JPS, dibentuklah apa yang disebut dengan komite kabupaten, komite kecamatan, dan komite sekolah.
Seiring dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat terhadap kualitas pendidikan dan pemberlakuan otonomi daerah serta amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, BP3 diganti menjadi Komite sekolah. Namun komite sekolah versi JPS tidaklah sama dengan komite sekolah versi Kepmendiknas nomor 044/U/2002. Dan untuk melihat perbedaaan antara komite sekolah versi JPS dengan Komite sekolah versi Kepmendiknas dapat diperjelas dalam tabel berikut:
Pembeda | Komite sekolah-JPS | Komite sekolah Kepmendiknas |
Dasar hukum | Ketentuan tentang penyaluran dana JPS | Kepmendiknas nomor 044/U/2002 |
Kedudukan Organisasi | Komite kabupaten/kota Komite kecamatan Komite sekolah | Dewan pendidikan di tingkat kabupaten/kota Komite sekolah di tingkat satuan pendidikan Dapat saja dibentuk di tingkat propinsi atau di tingkat kecamatan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing.
|
Kepengurusan dan kenaggotaan | Ketua di tingkat kabupaten/kota: kepala Bapedda Ketua di tingkat kecamatan: kepala Cabang Dinas kecamatan Ketua di tingkat sekolah: kepala sekolah | Ketua, dipilih dari unsur birokrasi, dipilih secara demokratis, dan transparan. |
Proses penentuan pengurus dan anggota | Ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah | Dipilih secara demokratis dan transparans dalam rapat pemilihan pengurus |
Tugas dan kegiatan | Menentukan sekolah yang akan menerima dana JPS, dan menyalurkan dana kepada yang berhak menerima | Wadah mandiri peran serta masyarakat untukmeningkatkan penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan di sekolah |
Masa berlaku | Akan berakhir jika proyek JPS selesai | Masa berlaku tergantung AD/ART berdasarkan atas kebutuhan masyarakat. |
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.kmp-malang.com
www.arminaperdana.blogspot.com, http://grosirlaptop.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar