Sebagai langka perwujudan dari otonimisasi pendidikan dalam kerangka otonomi daerah MPMBS diharapkan memberi dampak positif terhadap peningkatan efesiensi dan efektifitas kenerja warga sekolah. Dalam menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan pelanggan. Sekolah melalui MPMBS diharapkan juga dapat meningkatkan efesiensi, partisipasi, dan mutu, serta bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah. Indikator pencapaian dari karakteristik MPMBS dapat diketahui melalui, optimalisasi kinerja sekolah, proses pembelajarannya, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga pendidikan, serta penerapan sistim administrasi secara menyeluruh. Menurut Depdiknas. Karakteristik MPMBS meliputi: output, proses, dan input pendidikan.
A. Output yang diharapkan
Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Secara umum output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni:
(1) Output berupa prestasi akademik (academic achievement). Misalnya, UAN, UAS, lomba karya ilmiah remaja, lomba (Bahasa Inggris, Matematika, Fisika), cara-cara berfikir (kritis, kreatif, nalar, rasional, induktif, deduktif, dan ilmiah)
(2) Output non-akademik. Misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, akhlak terpuji, kerja sama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olaraga, kesenian, dan kepramukaan.
B. Proses pendidikan
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut:
(1) Proses belajar mengajar yang efektifitasnya tinggi.
Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki efektifitas proses belajar mengajar (PBM) yang tinggi. Ini ditunjukkan oleh sifat PBM yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik. PBM bukan sekedar memorisasi dan recall, bukan sekedar penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang di ajarkan (logos) akan tetapi penekanan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani yang dihayati (ethos) serta dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik (pathos). PBM yang efektif juga lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (leaning to do) belajar hidup bersama (leaning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (leaning to be).
(2) Kepemimpinan sekolah yang kuat.
Pada sekolah yang menerapkan MPMBS, kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan sumberdaya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Secara umum, kepala sekolah yang tangguh memiliki kemampuan sumberdaya manusia, untuk mencapai tujuan sekolah.
(3) Lingkungan sekolah yang aman dan tertib.
Sekolah memiliki lingkungan yang aman dan tertib (iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman (enjoyable leaning) karena itu, sekolah yang efektif selalu menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman, tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan iklim tersebut. Dala hal ini, peranan kepala sekolah sangat penting sekali.
(4) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif.
Tenaga kependidikan, terutama guru, merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah hanyalah merupakan wadah. Sekolah yang menerapkan MPMBS menyadari tentang hal ini, oleh karena itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kerja, hubungan kerja, hingga pada saat imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah.
Terlebih-lebih pada pengembangan tenaga kependidikan, ini harus diakui secara terus-menerus mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Pendeknya, tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menyukseskan MPMBS adalah tenaga kependidikan yang mempunyai komitmen tinggi, selalu mampu dan sanggup menjalankan tugasnya dengan baik.
(5) Sekolah memiliki budaya mutu.
Budaya mutu tertanam di sanubari semua kemponen warga sekolah, sehingga setiap prilaku mendasari oleh profesionalisme, budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut: (a) informasi kualitas yang digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili/mengontrol orang; (b) kewenangan harus sebatas tanggung jawab; (c) hasil harus diikuti penghargaan (rewards) atau sangsi (punishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus merupakan basis untuk kerja sama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fainess) harus ditanamkan (g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaan; dan (h) warga sekolah merasa memiliki sekolah.
(6) Sekolah memiliki “teamwork” yang kompak, cerdas dan dinamis.
Kebersamaan (teamwork) merupakan kerakteristik yang dituntut oleh MPMBS, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif komponen warga sekolah, bukan hasil individu. Karena itu, budaya kerja sama antara fungsi dalam sekolah, antara individu dalam sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah.
(7) Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian)
Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menguntungkan pada atasan, untuk menjadi mandiri, sekolah harus memiliki sumberdaya yang cukup untuk menjalankan tugasnya.
(8) Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat.
Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan warga masyarakat merupakan bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar rasa memiliki makin besar pula rasa tangung jawabnya; dan makin besar rasa tanggungjawabnya, makin besar pula tingkat dedikasinya.
(9) Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen.
Keterbukaan/transparansi dalam mengelolah sekolah merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan MPMBS. Keterbukaan/transparansi ini ditujukkan dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan palaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu dilibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.
(10) Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (psikologi dan pisik).
Perubahan harus merupakan sesuatu yang meyenangkan bagi semua warga sekolah. Sebaliknya, kemapanan merupakan musu sekolah. Tentu saja yang dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik bersifak fisik maupun psikologis. Artinya, setiap dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mutu peserta didik.
(11) Sekolah memiliki evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan.
Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, fungsi evaluasi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara terus menerus.
Perbaikan secara terus-menerus harus merupakan kebiasaan warga sekolah. Tiada hari tanpa perbaikan. Karena itu, sistem mutu yang dimaksud harus mencakup struktur organisasi, tanggung jawab, prosudur, proses dan sumberdaya untuk menerapkan manajemen.
(12) Sekolah responsive dan antisipasi terhadap kebutuhan.
Sekolah harus tanggap/responsive terhadap barbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, sekolah selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Bahkan, sekolah tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap perubahan/tuntutan, akan tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi. Menjemput bola, adalah padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif.
(13) Memiliki komitmen yang baik.
Sekolah yang efektif umumnya memiliki komunikasi yang baik, terutama antar warga sekolah, dan juga sekolah-masyarakat, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga sekolah dapat dikatahui. Dengan cara ini, maka keterpaduan semua kegiatan sekolah dapat diupayakan untuk mencapai tujuan dan sasaran sekolah yang telah dipatok. Selain itu, komunikasi yang baik juga akan membentuk teamwork yang kuat, kompak, dan cerdas, sehingga berbagai kegiatan sekolah dapat dilakukan secara merata oleh komponen warga sekolah.
(14) Sekolah memiliki akuntabilitas.
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang dicapai dan laporan kepada pemerintah, orang tua siswa, dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program ini, pemerintah dapat menilai apakah program MPMBS telah mencapai tujuan yang dikehendaki atau tidak. Jika berhasil, maka pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan, sehingga menjadi faktor pendorong untuk terus meningkatkan kinerja dimasa yang akan datang. Sebaliknya jika program tidak berhasil, maka pemerintah perlu memberikan teguran sebagai hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat.
Demikian pula, para orang tua siswa dan anggota masyarakat dapat memberikan penilaian apakah program itu dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya secara individual dan kinerja sekolah secara keseluruhan. Jika berhasil, maka orang tua peserta didik perlu memberikan semangat dan dorongan untuk meningkatkan program yang akan datang. Jika kurang berhasil, maka orang tua siswa dan masyarakat berhak meminta pertanggungjawaban dan penjelasan sekolah atas kegagalan program MPMBS yang telah dilakukan. Dengan cara ini, maka sekolah tidak akan main-main dalam melaksanakan program pada tahun-tahun yang akan datang.
(15) Sekolah memiliki kemampuan menjaga sustainabilitas.
Sekolah yang efektif juga memiliki kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (sustainabilitasnya) baik dalam program maupun pendanaannya. Sustainabilitas program dapat dilihat dari keberhasilan program-program yang telah dirintis sebelumnya dan perna ada sebelumnya. Sustainabilitas pendanaan dapat ditunjukkan oleh kemampuan sekolah dalam mempertahankan besarnya dana yang dimiliki dan bahkan makin besar jumlahnya. Sekolah memiliki kemampuan menggali sumberdana dari masyarakat, dan tidak sepenuhnya mengantungkan subsidi dari pemerintah.
C. Input pendidikan
Input yang diharapkan dari sebuah lembaga pendidikan adalah terdiri dari:
(1) Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas
Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan kebijakan, tujuan, dan sasaran sekolah yang berkaitan dengan mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut dinyatakan oleh kepala sekolah. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut disosialisasikan kepada semua warga sekolah, sehingga tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh warga sekolah.
Untuk mewujudkan keseluruhan kebijakan, tujuan, dan sasaran sekolah yang berkenaan dengan peningkatan mutu tersebut, maka diperlukan seorang kepala sekolah yang memiliki jiwa perubahan atau inovasi kearah yang lebih efektif. Dengan demikian kepala sekolah seharusnya memiliki modal dasar kepemimpinan. Menurut Tim Kanwil Depag Jatim, modal dasar kepemimpin dimaksud yakni, (a) bersidia mengambil resiko; (b) selalu menginginkan pembaharuan; (c) bersedia mengatur dan mengurus; (d) mempunyai harapan yang tinggi; (e) bersikap positif; dan (f) berani tampil dan berada dimuka.
(2) Sumber daya tersedia dan siap
Sumberdaya merupakan input penting yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pendidikan di sekolah. Tanpa sumberdaya yang memadai, proses pendidikan di sekolah tidak akan berlangsung secara memadai, dan pada gilirannya sasaran sekolah tidak akan tercapai. Sumberdaya dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan, dan sebagainya) dengan penegasan bahwa sumberdaya selebihnya tidak mempunyai arti apapun bagi perwujudan sasaran sekolah, tanpa campur tangan sumberdaya manusia.
Secara umum, sekolah yang menerapkan MPMBS harus memiliki tingkat kesiapan sumberdaya yang memadai untuk menjalankan proses pendidikan. Artinya, segala sumberdaya yang diperlukan untuk menjalankan proses pendidikan harus tersedia dan dalam keadaan siap. Ini bukan berarti bahwa sumberdaya yang ada dilingkungan sekolahnya. Karena itu, diperlukan kepala sekolah yang mampu mobilisasi sumberdaya yang ada disekitarnya.
(3) Staf yang komitmen dan berdedikasi tinggi
Meskipun pada butir (b) telah disinggung tetang ketersediaan dan kesiapan sumberdaya manusia (staf), namun pada butir ini perlu ditekankan lagi karena staf merupakan jiwa sekolah. Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sfat yang mampu (kompoten) dan berdedikasi tinggi terhadap sekolahnya. Implikasinya jelas, yaitu, bagi sekolah yang ingin efektivitasnya tinggi, maka kepemilikan staf yang kompeten dan berdikasi tinggi merupakan keharusan.
(4) Memiliki harapan prestasi yang tinggi
Sekolah yang menerapkan MPMBS mempunyai dorongan dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya. Kepala sekolah memiliki komitmen dan motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Guru memiliki komitmen dan harapan yang tinggi bahwa anak didiknya dapat mencapai tingkat prestasi yang maksimal, walaupun dengan segala keterbatasan sumberdaya pendidikan yang ada di sekolah. Sedangkan peserta didik juga mempunyai motivasi untuk selalu meningkatkan diri untuk berprestasi sesuasi dengan bakat dan kemampuannya. Harapan tinggi dari ketiga komponen utama sekolah ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sekolah selalu dinamis untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.
(5) Fokus pada pelangga (Ikhusus siswa)
Pelanggan, terutama siswa, harus merupakan fokus dari semua kegiatan sekolah. Artinya, semua input dan proses yang dikerahkan di sekolah tertuju utamanya untuk meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik. Konsekwensi logis dari ini semua adalah bahwa penyiapan input dan proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok utuh mutu dan kepuasan yang diharapkan dari siswa.
(6) Input manajemen
Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki input manajemen yang memadai untuk menjalankan roda sekolah. Kepala sekolah dalam mengatur dan mengurus sekolahnya menggunakan sejumlah input manajemen. Kelengkapan dan kejelesan input manajemen akan membantu kepala sekolah mengelolah sekolahnya dengan efektif. Input manajemen yang dimaksud meliputi: tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sistimatis, program yang mendukung bagi palaksana rencana, ketentuan-ketentuan (aturan mian) yang jalas sebagai penutan bagi warga sekolahnya untuk bertindak, dan adanya sistem pengendalian mutu yang efektif dan efisien untuk meyakinkan agar sasaran yang telah disepakati dapat tercapai.
Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
Sumber:M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.kmp-malang.com
www.arminaperdana.blogspot.com, http://grosirlaptop.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar