Gagasan Islamisasi ilmu menjadi pembicaraan yang hangat sehingga kita kemudian bertanya lagi mengenai gagasan ini. Islamisasi (Islamization) secara peristilahan mungkin hampir mirip dengan kata sakralisasi (sacralization), yaitu upaya untuk menjadikan hal-hal yang profan masuk pada wilayah sakral, dari yang relatif menjadi mutlak dan absolut. Tetapi, apakah memang seperti itu, padahal ilmu itu masuk pada wilayah profan seperti halnya politik dan berbagai hal duniawi lainnya. Apakah agama layak memasukkan hal-hal yang profan ke dalam dirinya yang sakral. Pertanyaan ini yang perlu diajukan kemudian, apakah selama ini ilmu-ilmu (sains) modern atau kontemporer sudah diperlukan untuk diIslamisasikan? Ataukah hanya karena suatu bentuk apologetika lalu kita ingin mengkalaim bahwa ilmu itu adalah milik Islam?
Dalam dunia Islam, pemikiran yang menggunakan paradigma positivisme dan empirisme tidak mendapat tempat secara proporsional karena alur pemikiran selama ini masih berpusat pada pemikiran teologikal klasik. Pemikiran positivis-empiris sering dianggap berkonotasi negatif bagi kaum agamawan (Abdullah, 1995: 255). Kaum cendikiawan muslim yang berfikiran dengan pendekatan positivis selalu dicurigai sebagai agen orientalis atau bagia dari Barat yang berupaya melakukann sekulerisasi atau westrenisasi. Bagaimana mungkin kaum cendikiawan Muslim mampu membangkitkan gairah intelektual jika tidak mau menggunakan pendekatan yang positivis-empiris dan juga rasional. Walaupun kita berhak mengkritisi dua pendekatan tersebut. Bukankah dalam epistemologi Islam ada trilogi sumber penegtahuan, yaitu bayani, irfani dan burhani yang juga memasukkan pendekatan rasional dan empiris.
Apapun yang selama ini selalu kita banggakan sebagai bentuk “romantisme sejarah”, gerak laju perubahan dan perkembangan pemikiran dalam Islam belum bisa mencapai proses renaisans dan aufklarung. Salah satu penyebabnya, umat Islam belum membudayakan tradisi “kritik epistemologis” (epistemological critique) dalam menalar keilmuan secara filosofis-rasional. Kaum teolog dan fuqaha Islam klasik yang masih mendominasi pemikiran Islam dengan memenangkan atas pemikiran yang filosofis menyebabkan hilangnya gairah intelektual kritis dan konstruktif. Hal ini menyebabkan umat Islam tidak mampu membedakan mana aspek yang dianggap normatif dan mana saja yang dianggap sebagai pemikiran manusia biasa yang sebenarnya masih bersifat relatif dan perlu pengujian histories
Tradisi Kritik Epistemologi
Tradisi kritik epistemologi adalah model yang pada gilirannya telah membuka landscape pemikiran baru dalam perkembangan pemikiran yang bercorak empiris dan historis dalam hubungannya dengan realitas masyarakat. Upaya ini lebih mendamaikan polarisasi antara sains modern yang didominasi dan dikuasai Barat dengan wacana keIslaman yang masih berada pada titik inferioritas peradaban global. Kritik epistemologi, adalah berangkat dari proses “obyektivikasi Islam” yang pernah digagas oleh Kuntowijoyo. Upaya obyektivikasi Islam merupakan proses dinamisasi agama yang diarahkan menuju pada ilmu yang kemudian terjadi dialektika antara agama dengan sains modern. Sebenarnya, langkah dan strategi Islamisasi ilmu lebih mengarah pada dehegemoni pengetahuan Barat. Dalam wilayah ilmu-ilmu sosial, hal demikian sangat memungkinkan karena sesungguhnya ilmu-ilmu Barat yang selama ini sudah mapan adalah upaya Barat sendiri untuk “menguasai” pengetahuan yang lain. Dengan klaim universalitas dan obyektivitas Barat ingin “meniadakan” ruang-ruang bagi kemungkinan kebenaran ilmu dari yang di luar Barat. Ada campuran kepentingan antara penmgetahuan, ideologi, dan kekuasaan yang merupakan bagian kolonialisme Barat.
Pada dasarnya epistemologi adalah cara untuk mendapatkan yang benar. Nilai kebenaran akan lebih baik dan lebih tepat apabila dilandasi dengan upaya pemahaman kritis. Krititisme adalah sebuah pendekatan kritik epistemologis yang merupakan pemikiran dari Immanuel Kant (1724-1804 M). Kant menganggap aufklarung adalah sebagai “jalan keluar” untuk membebaskan manusia yang masih menggantungkan diri pada otoritas di luar dirinya. Kant menyatakan bahwa harus ada upaya untuk menentukan batas-batas kemampuan dan syarat kemampuan rasio agar kita bisa menentukan apa yang mungkin kita ketahui, kita kerjakan, dan kita gantungi harapan. Inilah kritisme yang dimaksud Kant (Rabinow dalam Amin Abdullah, 2003:366). Pemahaman Islam layak untuk dikritisi agar maknanya bisa didekati secara rasional menurut kebutuhan masa kini.
Menurut tahapannya jenis pengetahuan itu ada tiga macam, yaitu : ontologi (apa), epistemologi (bagaimana), dan aksiologi (untuk apa). Keterkaitan itu akan saling memberikan makna. Ontologi akan menentukan epistemologi; epistemologi juga menentukan aksiologi. Epistemologi adalah proses utamanya (Suriasumantri, 2005:105). Epistemologi kemudian terbagi menjadi tiga, yaitu : empiris, rasional, dan intuitif. Pendekatan empiris menekankan pada pencapaian ilmu melalui data dan fakta yang ada dalam wilayah empirik. Sedangkan pendekatan rasional mengambil ilmu melalui akal budi dan rasio manusia bahwa sesuatu itu bisa dinalar dan dipahami. Sedang intuitif lebih melihat pada kemampuan “rasa” diri manusia atau melalui wahyu dan intuisi di luar dirinya. Dalam Islam, epistemologi seperti ini dirangkum oleh para cendekiawan muslim, yang kemudian dikembangkan oleh M. Abed Al-Jabiry, menjadi: Bayani, ‘Irfani, dan Burhani. Bayani (deskriptif) itu mirip dengan empirik, ‘Irfani itu mirip dengan intuitif, dan Burhani itu bisa disamakan dengan rasional.
Gagasan Islamisasi ilmu
Upaya Islamisasi ilmu bagi kalangan muslim yang telah lama tertingga jauh dalam peradapan dunia modern, memiliki dilemma tersendiri. Apakah kita akan membungkus sains Barat dengan label “Islami” atau “Islam”? ataukah kita berusaha keras mentransformasikan normativitas agama, melalui rujukan utama al-Qur’an dan Hadits kedalam realitas kesejarahan secara empirik. Keduanya sama-sama sulit jika tidak dilandasi dengan dasar kritik epistemologi.
Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
Sumber:
www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.kmp-malang.com
www.arminaperdana.blogspot.com, http://grosirlaptop.blogspot.com
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Tradisi Kritik Epistemologi: Pengantar Islamisasi Ilmu"
Posting Komentar