Konsep manusia sangat penting artinya dalam suatu sistem pemikiran dan dalam kerangka berpikir seorang pemikir. Konsep tentang manusia menjadi penting karena ia termasuk bagian pandangan hidup. Karena itu, meskipun manusia tetap diakui sebagai misteri yang tidak pernah tuntas, keinginan untuk mengetahui tentang hakikatnya tidak pernah berhenti.
Pandangan tentang manusia berkaitan erat dan bahkan merupakan bagian dari suatu kepercayaan, pandangan tentang konsep manusia merupakan masalah sentral yang akan mewarnai corak berbagai segi peradaban yang dibangun atasnya. Pentingnya arti konsep manusia dalam sistem berpikir seorang pemikir, terutama karena manusia adalah makhluk yang berpikir. Oleh karena itu konsep manusia itu penting bukan demi pengetahuan manusia saja, tetapi lebih penting adalah karena syarat bagi pembenaran kritis dan landasan yang aman bagi pengetahuan manusia.
Konsep manusia dalam Islam dapat diketahui dari al-Qur’an dan hadits. Menurut Q.S. Al-Mukmin ayat 12-16 yang berbunyi:
ولقد خلقنا الإنسان من سلالة من طين. ثم جعلناه نطفة في قرر مكين. ثم خلقنا النطفة علقة فخلقنا العلقة مضغة وخلقنا المضغة عظاما فكسونا العظام لحما ثم أنشأناه خلقا اخر فتبارك الله أحسن الخالقين. ثمّ إنّكم بعد ذلك لميّتون. ثم إنكم يوم القيامة تبعثون.
Artinya: (12) Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia dari saripati tanah. (13) Kemudian Kami jadikan manusia dari air mani (yang disimpan) didalam rahim yang kokoh (rahim). (14) Kemudian air mani Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan sepotong daging, lalu sepotong daging itu Kami jadikan tulang, lalu tulang itu Kami jadikan, lalu tulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami ciptakan mahluk yang lain (manusia yang sempurna), maka maha suci Allah yang sebaik-baik menciptakan.
Dan dalam Q.S. As-Sajadah ayat 6-7 yang berbunyi:
الّذى أحسن كل شيئ خلقه وبدا خلق الإنسان من طين. ثم جعل نسله من سلالة من ماء مهين. ثم سوّاه ونفخ فيه من روحه وجعل لكم السمع والأبصار والأفئدة قليلا ما تشكرون.
Artinya: Yang membaguskan tiap-tiap sesuatu yang dijadikanNya dan Dia memulai kejadian manusia dari tanah (bumi). (8) kemudian Dia jadikan anak cucunya (keturunannya) dari sari air yang hina (mani). (9) kemudian Dia sempurnakan kejadiannya dan Dia tiupkan ruh kedalamnya, Dan Dia adakan untukmu pendengaranmu, penglihatan dan hati, tetapi sedikit sekali dari kamu yang mau berterimakasih (kepadaNya).
Ruh manusia adalah merupakan tiupan ruh Allah yang tidak mungkin dapat diraba dengan akal pikiran, walaupun akal pikiran tadi memiliki potensi dahsyat dalam mencapai puncak ilmu pengetahuan . Manusia tidak akan pernah tepat menjawab apa itu ruh dan dimana letaknya pada tubuh? Karena ruh adalah sesuatu yang ghaib yang mengandung kehidupan, sumber petunjuk bagi jiwa dan sumber kesadaran akal manusia, kapan dan dimanapun saja. Dengan adanya ruh yang dimiliki manusia tersebut merupakan salah satu bukti konkret dari kebesaran dan kekuasaan Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Isra’ ayat 85 yang berbunyi:
ويسئلونك عن الروح قل الروح من أمر ربّى وما أوتيتم من العلم إلاّ قليلا
Artinya :” mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah: Ruh itu sebagian dari urusan Tuhanku : kamu tiada diberi pengetahuan, melainkan sedikit.”
Dalam ilmu tasawuf, kata Ar-Ruh digunakan untuk menunjukkan substansi immaterial manusia. Jadi, hubungannya dengan hakikat manusia itu sendiri, filsafat Islam dan tasawuf pada umumnya memandang manusia terdiri dua substansi, yaitu substansi yang bersifat material (kebendaan) dan subtansi yang bersifat immaterial (jiwa). Memang apabila dilihat dari dilihat secara fisik, manusia tidak banyak berbeda dengan mahluk lain, tapi dari segi rohani perbedaan itu sangat menonjol. Menurut al-Qur’an perbedaan itu karena Allah meniupkan sendiri ruh kedalam bangunan asal manusia, sekalipun dalam perjalanan sejarah ternyata bukan tanpa menimbulkan masalah. Karena itu manusia dinobatkan sebagai Khalifatullah di bumi, sebagaimana firman Allah surat al-Baqarah ayat 30, yang berbunyi:
وإذ قال ربك للملائكة إنّى جاعل في الأرض خليفة. قالوا أ تجعل فيها من يفسد فيها ويسفك الدماء ونحن نسبّح بحمدك ونقدس لك قال إنّي أعلم مالا تعلمون
Artinya; (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: sesungguhnya aku kan menjadikan Khalifah dibumi (adam). Maka mereka menjawab: Adakah patut Engkau jadikan diatas bumi orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah, sedang kami bertasbih memuji Engkau? Allah berfirman sesungguhnya Aku mengetahui apa-apa yang tidak kalian ketahui.
Terminologi Khalifatullah fil Ardh dalam al-Qur’an diatas, menjelaskan bahwa Allah menempatkan manusia sebagai pusat kesadaran di milieu kosmis yang menjadi fungsionalisasi pesan-pesan Ilahi dalam daratan profon. Pengertian ini merujuk pada amanah yang telah dan harus dipikul manusia atas perannya yang harus dimainkan dalam kehidupan diatas bumi.
Manusia diangkat Allah sebagai khalifah yang Allah tidak akan bisa memegang tanggungjawab sebagai khalifah dimuka bumi kecuali ia dilengkapi dengan potensi-potensi yang diberikan Allah kepadanya. Disamping sebagai khalifah Allah yang dilengkapi dengan potensi-potensi yang dimilikinya, Allah juga menyempurnakan kedudukannya sebagai hamba Allah. Jika pada kedudukan pertama manusia, manusia dituntut aktif untuk memelihara dan memakmurkan alam dalam bentuk pembudayaan konstruktif bagi kehidupan semesta, maka pada kedudukan kedua manusia dituntut pasrah (hanif) kepada Allah.
Maka kedudukan manusia yang kedua terhadap kedudukan yang pertama akan menuntut manusia untuk melakukan transedensi dalam merealisasikan fungsi kekhalifahannya. Tanpa ditopang dengan kedudukannya sebagai Abdullah, kekhalifahan manusia akan berakibat pada sikap antroposentrisme mutlak, yang dikritik sebagai yang paling bertanggung jawab terhadap krisis ekologi sekarang ini. Kedudukan ini akan memberikan kesadaran etis pada diri manusia bahwa kekhalifahan yang diterimanya merupakan amanah dari Allah yang harus dipertanggungjawabkan kelak dikemudian hari di pengadilan (yaumul hisab).
Tetapi karena kedhoifan manusia dan kekeraskepalaannya padahal tadinya sanggup mengemban amanahNya, maka kepada sekelompok manusia tertentu itu, Allah tidak segan-segan mencabut kembali anugerahNya dan menjadikan mereka terpuruk. Akan tetapi nasib baik dan buruk ini dengan tegas dijanjikan oleh Allah tidak akan dikenakan bagi orang-orang yang berislam baik.
Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
Sumber:Pendidik di Malang
www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.kmp-malang.com www.arminaperdana.blogspot.com, http://grosirlaptop.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar