Sabtu, 30 April 2011

Pengertian Budaya Organisasi


Beberapa penulis dan peneliti menggunakan istilah budaya organisasi (Organizational Culture), budaya perusahaan atau budaya corporat (Corporate culture) dan budaya kerja untuk menjelaskan budaya dalam suatu organisasi atau perusahaan. Secara umum ketiga terminologi tersebut memiliki pengertian yang sama.

Sebelum memahami pengertian budaya organisasi, perlu dipahami terlebih dahulu pengertian budaya. Owens (1991) mengemukakan budaya sebagai suatu sistem pembagian nilai dan kepercayaan yang berinteraksi dengan orang dalam suatu organisasi, struktur organisasi dan sistem kontrol yang menghasilkan norma perilaku.

Owens (1991) menjelaskan bahwa budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan dan merasakan terhadap masalah-masalah.
Menurut Kotter dan Heskett (1992) budaya perusahaan dapat dilihat pada dua tingkatan yang berbeda, pertama budaya merujuk pada nilai-nilai yang dianut bersama oleh orang-orang yang menjadi anggota kelompoknya. Kedua budaya mencerminkan pola perilaku atau gaya organisasi yang mesti diadopsi oleh karyawan-karyawan baru.

Robbins (2003) mengemukakan bahwa budaya perusahaan adalah sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi satu dengan organisasi lainnya. Moeljono (2003) menjelaskan bahwa budaya organisasi adalah sistem nilai-nilai yang diyakini semua anggota organisasi dan dipelajari, diterapkan serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai perekat dan dapat dijadikan acuan dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan yang telah ditetapkan.

Schein (1992) memandang budaya organisasi sebagai suatu pola asumsi-asumsi mendasar yang dipahami bersama dalam sebuah organisasi terutama dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Pola-pola tersebut menjadi sesuatu yang pasti dan disosialisasikan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi.

Lebih jauh lagi Schein menggambarkan adanya tiga tingkatan atau lapisan budaya organisasi, yaitu :
1. Artifak (Artifacts)
Artifak merupakan tingkat budaya yang tampak dipermukaan. Termasuk dalam artifak adalah semua fenomena yang dapat dilihat, didengar dan dirasakan Ketika seseorang memasuki sebuah kelompok dengan budaya yang masin asing baginya. Termasuk dalam artifak juga adalah produk yang tampak (visible products) dari organisasi seperti rancangan lingkungan fisik, bahasa, teknologi, produk, kreasi artistik, gaya dalam berbusana, pengungkapan emosi, mitos dan cerita tentang organisasi, nilai-nilai organisasi yang dipublikasikan, ritual, perayaan-perayaan.

2. Nilai-nilai yang diyakini (expoused values)
Dalam organisasi terdapat nilai-nilai tertentu yang umumnya dicanangkan oleh tokoh-tokoh seperti pendiri dan pemimpinnya, yang menjadi pegangan dalam menekankan ketidakpastian pada bidang-bidang yang kritis. Nilai-nilai itu menjadi sesuatu yang tidak lagi didiskusikan dan didukung oleh perangkat keyakinan, norma serta aturan-aturan operasional mengenai perilaku dalam organisasi Hal-hal tersebut membentuk suatu kesadaran dan secara eksplisit diucapkan serta dilakukan karena telah berfungsi sebagai norma atau moral yang memandu anggota organisasi dalam menghadapi situasi tertentu dan melatih anggota Baru.

3. Asumsi-asumsi dasar (basic assumptions)
Merupakan asumsi-asumsi dasar yang telah ada sebelumnya (taken for granted) dan menjadi panduan perilaku bagi anggota organisasi dalam memandang suatu permasalahan. Jika asumsi dasar dipegang teguh, maka anggota organisasi akan merumuskan perilaku berdasarkan pada kesepakatan-kesepakatan yang berlaku. Asumsi-asumsi dasar cenderung untuk tidak dipertentangkan atau diperdebatkan dan cenderung sangat sulit diubah.



Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang



Tidak ada komentar:

Posting Komentar