Musaba (dalam Akhadiah, 1991: 48) mengatakan bahwa mengarang berarti menggunakan bahasa untuk menyatakan isi hati dan buah pikiran secara menarik dan mengenai kepada pembaca. Menulis atau mengarang bahasa Indonesia adalah suatu kegiatan seseorang untuk mencurahkan isi hatinya, pikiran, bercerita menyampaikan sesuatu kepada orang lain melalui atau menggunakan bahasa tulis dengan mentaati kaidah Bahasa Indonesia yang berlaku.
Kemampuan adalah kesanggupan seseorang untuk melakukan sesuatu. Mampu berarti sanggup untuk melakukan sesuatu pekerjaan atau menyelesaikan sesuatu hal (D’Angelo, dalam Damik, 2008: 4). Sehingga kemampuan menulis sering diidentikkan dengan ciri kecendekiaan seseorang, menulis bukanlah pekerjaan mudah. Di dalamnya mengandung makna kecerdasan, pengalaman, bakat, wawasan dan pengetahuan, serta alur penalaran seseorang. Menulis adalah proses menuangkan gagasan melalui bahasa dengan gaya dan cara tertentu (D’Angelo, dalam Damik, 2008: 4).
Karangan itu sendiri sebagaimana yang dikemukakan oleh Muslich (dalam Windoyo, 2008: 7) adalah mengungkapkan perasaan, isi pikiran, dan fakta-fakta yang jelas melalui tulisan kepada pembaca.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa karangan merupakan ungkapan perasaan, fakta-fakta, dan pikiran yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Karangan merupakan bentuk curahan isi hati seseorang yaitu penulis untuk disampaikan kepada pembaca dengan menggunakan bahasa tulis yang menarik dan mudah dipahami oleh pembaca.
Menulis merupakan satu dari empat aspek kebahasaan yang saling berhubungan dan memerlukan pengalaman dan ketrampilan dari masing-masing individu. Menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat, dan sebagainya) dengan tulisan (Team Yayasan Pendidikan Haster, 1997: 129). Menulis merupakan kegiatan yang sifatnya berkelanjutan sehingga pembelajarannya pun perlu dilakukan secara berkesinambungan sejak awal. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan menulis merupakan kemampuan dasar sebagai bekal belajar menulis di jenjang berikutnya. Oleh karena itu, kemampuan menulis siswa perlu mendapat perhatian yang optimal sehingga dapat memenuhi target yang diharapkan. Target kemampuan menulis adalah siswa mampu membuat karangan/cerita berdasarkan pengalaman atau informasi dari bacaan. Hal ini sesuai dengan profil dan ciri tulisan siswa yang pada umumnya lebih berorientasi pada bentuk narasi dari pada non-narasi. Siswa terutama lebih suka menulis cerita yang mengungkapkan pengalaman peribadinya. Menulis menurut D’Angelo dalam Damik (2008: 20) adalah suatu proses menuangkan gagasan melalui bahasa dengan gaya dan cara tertentu. Sedangkan mengarang adalah merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang mau tidak mau harus dipelajari oleh siswa. Ini disebabkan oleh tuntutan yang akan dihadapi oleh siswa apabila mereka sudah menginjak tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, senang atau tidak senang siswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang cukup dalam hal mengarang.
Spodek (dalam Alwi: 106), mengatakan, bahwa untuk dapat menulis cerita siswa harus memahami konsep Struktur Cerita (SC). Pemahaman ini tidak dapat siswa peroleh lewat pembelajaran yang verbalistik dan teoritis. Didasarkan pada hal di atas, Pembelajaran Menulis Cerita (PMC) dilakukan dengan cara mengarahkan siswa pada pembelajaran yang nyata dengan teks bacaan. Melalui kegiatan membaca terjadi internalisasi yang baik. Dengan demikian, untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan siswa menerapkan konsep SC dalam menulis cerita, guru harus memilih stategi pembelajaran yang optimal.
Menulis merupakan kegiatan produktif yang dilakukan secara kontinyu dan rekursif. Siswa berusaha mengemukakan apa yang akan mereka tulis, memilih tema dan menentukan topik tulisan melalui kegiatan penjajagan ide, kegiatan lain yang dapat dilakukan adalah melakukan observasi, membaca buku dan sastra, serta menggunakan chart (panduan) dan gambar, saat siswa menuangkan ide dan menyusun konsep cerita yang ditulisnya. Pada tahap drafting, dilakukan pemberian SC sebagai media untuk memudahkan mereka memudahkan menuangkan idenya secara tidak ragu-ragu karena pada tahap selanjutnya teks yang akan disusun akan diperbaiki, diubah, dan disusun ulang.
Pada tahap revisings, siswa melihat kembali tulisannya untuk selanjutnya menambah, mengganti, atau menghilangkan sebagian ide berkaitan dengan penggarapan struktur cerita yang telah disusunnya. Siswa bisa mengubah watak pelaku yang semula jahat menjadi baik misalnya atau menyelipkan peristiwa lain dalam rangkaian cerita yang disusunnya. Editing, merupakan tahap penyempurnaan tulisan cerita yang dilakukan sebelum publikasi, pada tahap ini siswa menyualinkembali kedalam folio bergaris draft cerita yang telah dibuatnya melalui pengerjaan chart (panduan) sehingga menjadi sebuah karangan yang utuh. Pada saat yang sama siswa juga melakukan perbaikan kesalahan yang bersifat mekanis yang berkaitan dengan ejaan dan tanda baca. Pada tahap Publishing, siswa mempublikasikan hasil tulisannya melalui kegiatan berbagi hasil tulisan cerita (sharing). Kegiatan (sharing) dapat dilakukan (sharing) diantaranya melalui kegiatan penugasan siswa untuk membacakan hasil karangan didepan kelas. Proses menulis yang terdiri dari tahapan-tahapan dan setiap tahapannya harus dilewati ini telah mengarahkan siswa pada kemampuan menulis yang baik (Spodek dalam Alwi, 2000: 106).
Dengan demikian, proses menulis harus dimulai diarahkan pada pemahaman bahwa gambar berbunyi yang dirangkai melambangkan bunyi bahasa yang bermakna.rangkaian kalimat bermakna yang mengekspresikan ide, gagasan, dan perasaan yang disusun dalam bentuk karangan ini merupakan sasil suatu proses berpikir. Dengan demikian, mengarang merupakan wahana bagi siswa untuk mengungkapkan ide, gagasan, dan perasaannya.
Dalam kegiatan menulisnya siswa dapat sekaligus melakukan kegiatan membaca untuk tujuan rewriting (menulis kembali) atau rereading (membaca kembali) karena membaca dan menulis memiliki keterkaitan yang esensial.
Membaca merupakan proses merekonstruksi makna melalui bahasa tertulis, dan merupakan pengembangan atau bertemunya skemata isi yang dimiliki anak dengan informasi yang tertuang dalam teks. Membaca dapat diasumsikan sebagai proses menterjemahkan print-out sebagai sistem tanda hingga menghadirkan gambaran makna dan pengertian-pengertian tertentu melalui proses identifikasi tulisan, kata-kata, kalimat, sampai ke rekonstuksi makna dalam konteks dan teks. Saat membaca cerita, anak berpikir secara kritis dan kreatif melihat dan membandingkan realita dengan skemata dan realitas lain yang teramatinya sehingga melahirkan pengertian baru.
Saat pembaca merespon dan menginterpretasi teks-teks baru akan dihasilkan sebagai hasil proses transaksi dengan teks. Pemberian skemata tentang SC melalui kegiatan membaca cerita sebelum kegiatan menulis akan melahirkan pemahaman siswa tentang struktur cerita. Hanya dengan mempelajari hasil tulisan orang lain (lewat kegiatan membaca), anak dapat belajar tentang teknik menulis. Hanya dari bahasa tulis orang lain anak dapat mengamati dan memahami konvensi serta gagasan secara bersama-sama.
Daftar Rujukan:
1. Akhadiah, Sabarti, dkk. 1991. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
2. Alwi, Hasan, 2000. Bahasa Indonesia Pemakai dan Pemakaiannya, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
3. Arifin, Zainal, 1991. Evaluasi Instruksional Prinsip, Teknik, Prosedur, Bandung: Remaja Rosdakarya.
4. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
5. Damik, 2008. Skripsi: Kemampuan Siswa Kelas V Menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan Pada Kegiatan Mengarang di SD Harapan Surabaya, Surabaya: STKIP BIM.
6. Lumintaintang, Yayah. B, 1998. Bahasa Indonesia, Ragam Lisan Fungsional Bentuk dan Pilihan Kata, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
7. Muhaimin, dkk., 1995. Strategi Belajar Mengajar, Surabaya: Citra Media.
8. Pidarta, Made, 2005. Analisis Data-Data Penelitian-Penelitian Kualitatif, Surabaya: Unesa University Press.
9. Riduwan. 2004. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.
10. Rusiati, 2008. Skripsi: Penggunaan Gambar Seri Dalam Pembelajaran Mengarang Pada Siswa Kelas IV SD Harapan Simorejosari A Kecamatan Sukomanunggal Kota Surabaya, Surabaya: STKIP BIM.
11. Sartono, dkk, 2002. Dasar-Dasar Bahasa Indonesia, Surabaya: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dr. Soetomo.
12. Sukardi, Dewa Ketut, 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta.
13. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
14. Team Yayasan Pendidikan Haster, 1997. Himpunan Materi-Materi Penting Bahasa Indonesia, Bandung: Pionir Jaya
15. Windoyo, 2008. Skripsi: Pembelajaran Menulis Karangan Berdasarkan Gambar Seri Pada Siswa Kelas III SDN Sonokawijenan Surabaya, Surabaya: STKIP BIM.
Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.kmp-malang.com www.arminaperdana.blogspot.com
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Kemampuan Mengarang Bahasa Indonesia"
Posting Komentar