Menurut Dr. Oumar Faroukh, faktor yang mendorong umat Islam melakukan kegiatan ini adalah:
1. Keinginan antara Arab dengan yang lainnya
2. Keinginan untuk menguasai ilmu yang belum dimiliki
3. Legititmasi dan dorongan ayat-ayat al-Qur'an untuk menguasai ilmupengetahuan.
4. Bahwa kemajuan ilmu pengetahuan merupakan suatu konsekuensi dari peningkatan kemakmuran dan kemajuan ekonomi.
Pesatnya perkembangan lembaga Baitul Hikmah mendorong lembaga ini memperluas peranannya, bukan hanya sebagai lembaga penerjemahan saja, tetapi juga meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Sebagai pusat dokumentasi dan pelayanan informasi keilmuan bagi masyarakat, melalui banyaknya perpustakaan umum di kota.
2. Sebagai pusat dan forum pengembangan keilmuan
3 Sebagai pusat kegiatan perencanaan dan koordinasi pelaksanaan pendidikan.
Pada Baitul Hikmah juga juga diajarkan ilmu-ilmu pengetahuan seperti ilmu alam, kimia, falaq, dan lain-lain.
Guru besar Baitul Hikmah adalah Salam, yang menguraikan teori-teori ilmu pasti dalam al Maj`sthi (almageste) kitab karangan Bathlimus (Ptolemee). Kemudian guru besar al Khawarazmi, ahli ilmu pasti, ahli falaq, dan pencipta ilmu al jabar, guru besar Muhammad bin Musa bin Syakir, seorang ahli ilmu ukur, ilmu bintang dan falaq.
Di baitul Hikmah dikumpulkan buku-buku ilmu pengetahuan dalam bermacam-macam bahasa seperti bahasa Arab, Yunani, Suryani, Persia, India, dan Qibtia. Kemudian al Ma`mun mendirikan peneropong bintang yang disebut peneropong al Ma`muni. Setelah wafat al Ma`mun, maka Baitul Hikmah tidak mendapat perhatian penuh dari khalifah-khalifah.
Perpustakaan Baitul Hikmah bukanlah satu-satunya di Baghdad. Pada tahun 1258 ketika kota itu diporak-porandakan oleh Mongol, ada 36 perpustakaan yang tercatat oleh para ahli sejarah. Tapi selanjutnya Baghdad menderita kemunduran. Perpustakaan Baitul Hikmah segera digantikan oleh kota-kota penting di Mesopotamia, Syria. Asia Tengah, Mesir dan Iran.
Sejarawan Al-Maqrizi memberikan gambaran tentang pendirian kembali perpustakaan dengan nama yang sama di Kairo pada tahun1004 M. Pada tanggal 8 Jumadits Tsani 395, gedung yang bernama Baitul Hikmah dibuka. Para siswanya menetap disitu untuk belajar. Buku-bukunya dipinjam dari perpustakaan-perpustakaan di istana tempat kediaman para khalifah dinasti Fatimiyah. Siapa saja diperbolehkan untuk mengkopi buku yang diinginkan atau membaca buku di Abu Zakariyya Yahya Ibn Batriq, menerjemahkan ke dalam bahasa arab, yaitu buku-buku Hipocrates tentang tanda-tanda kematian, beberapa karya Aristoteles, karya-karya Galen, De Theriaca dan Pisonem.
Al-Kindi, seorang filosof lepas, menerjemahkan dan memimpin proses penerjemahan karya-karya Yunani ke dalam bahasa arab. Karya-karya terjemahannya yang paling terkenal adalah sebuah karya Neoplatonik yang didasarkan pada buku-buku IV hingga VI dari buku Enneads karya Plotinus. Jibrail Ibn Bakhtyashu, cucu dari seorang penerjemah pendahulu dengan nama yang sama, menjadi dokter ahli bagi al-Makmun dan Harun al-Rasyid dan menerjemahkan banyak manuskrip Yunani dalam bidang kedokteran.
Sahl at-Thabari, seorang ahli astronomi dan tabib yahudi adalah satu dari penerjemah-penerjemah pertama Adri Almagest karya Ptolemy ke dalam bahasa arab. Ibnu Sahda, menerjemahkan banyak karya dalam bidang kedokteran dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Syria dan Arab. Ia terkenal dengan terjemahannya terhadap beberapa karya Hippocrates dan Galen ke dalam bahasa arab. Al-Hajjaj ibn Yusuf ibn Matar, adalah penerjemah pertama Element karya Euclid ke dalam bahasa arab. Ia juga penerjemah pertama al-Magest ke dalam bahasa arab dari versi Syria pada tahun 830 M. Tsabit Ibn Qurra, adalah seorang tabib, ahli matematika dan ahli astronomi, dan diantara dari penerjemah hebat dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Syria dan bahasa arab. Ia mendirikan sebuah sekolah bagi para penerjemah yang anggotanya adalah kebanyakan dari keluarganya sendiri.
Karya-karyanya yang telah diterjemahkan olehnya atau di bawah binaannya adalah buku V-VII karya Apollonius of Perga, dan beberapa karya Archimedes. Tiga bersaudara Banu Musa, yang masing-masing memiliki keahlian dalam satu atau tiga bidang ilmu pengetahuan, menghabiskan sebagian besar waktu dan kekayaannya untuk memperoleh manuskrip-manuskrip Yunani serta menerjemahkannya ke dalam bahasa arab.
Hunain Ibn Ishaq dan Tsabit Ibn Qurra merupakan para penerjemah paling terkenal yang mereka pekerjakan. Banyak tulisan-tulisan dalam bidang matematika, mekanik, dan astronomi serta beberapa karya dalam bidang logika diterjemahkan untuk mereka. Abu Zakariya Yuhanna Ibn Masawaih, seorang tabib yang menerjemahkan beberapa karya Yunani tentang ilmu kedokteran ke dalam bahasa arab, adalah pemimpin pertama dari perpustakaan Bait Al-Hikmah yang didirikan al-Makmun.
Hunain ibn Ishaq (808-877 M), adalah seorang tabib Nestorian, diantara sarjana hebat dan penerjemah yang mumpuni pada masanya. Adapun jumlah karya terjemahan yang telah dihasilkannya adalah 95 karya versi bahasa Persia, lima darinya adalah edisi revisi dan 39 versi bahasa arab dari buku-buku Galen dan lainnya. Ia bekerja sebagai seorang penerjemah sekitar lebih dari 50 tahun. Jumlah dan kualitas karya terjemahan dari ilmu kedokteran yang dihasilkan oleh Hunain dan kelompoknya, menjadi pondasi dari pengetahuan muslim yang mendominasi pemikiran pertengahan hingga abad ke-17, dan kemudian dilanjutkan oleh putranya.
Barangkali Hunainlah sebagai penerjemah terbesar karya-karya klasik, terutama karya Helenistik ke dalam bahasa arab yang boleh jadi terjemahannya sama pentingnya dan sama berpengaruhnya dengan terjemahan karya-karya bahasa arab ke dalam bahasa latin oleh Gerard dari Cremona, selama paruh kedua abad kedua belas. Hunain mempunyai 90 murid penerjemah di bawah pengawasannya. Dorongan membuat karya-karya terjemahan pada masa kejayaan Islam terlihat dari pemberian bayaran kepada para penerjemah.
Hunain, misalnya, ketika diangkat dan sebagai pengawas Bait al-Hikmah, diberikan emas senilai dengan berat buku yang diterjemahkan. Qusta Ibn Luqa, adalah seorang tabib, ahli astronomi, matematika, filosof dan penerjemah. Ia banyak menerjemahkan dari karya-karya Diophantus, Theodosius, Anatolycos, dan lain-lain. Hubaish Ibn Al-Hasan, keponakan dari Hunain Ibn Ishaq, menerjemahkan karya-karya Yunani, seperti karya Oribasius, pengarang Ensiklopedia Filsafat.
Stephanos, rekan dari Hunain Ibn Ishaq. Menurut Hunain, ia menerjemahkan sembilan buah karya-karya Galen ke dalam bahasa arab. Ia merupakan orang pertama yang menerjemahkan karya-karya Dioscrides ke dalam bahasa arab dan juga sebagai penerjemah karya Oribasius. Penerjemahan pada 650-800 M, menunjukkan sebuah permulaan yang berharga. Pada permulaannya, aktifitas penerjemahan tersebut berjumlah sedikit dan bergerak selama lebih dari satu periode panjang. Ketertarikan dalam proses penerjemahan tidak hanya berasal dari sebagian para kaum terpelajar saja, tapi pejabat-pejabat tinggi juga secara aktif mendukung usaha ini. Misalnya, Sevrus Sebokht seorang pendeta dan Khalid Ibn Yazid Ibn Murawiya, adalah seorang penguasa dan berpengaruh dalam urusan-urusan pemerintahan yang telah memberikan dukungan besar terhadap aktifitas penerjemahan ini. Untuk pertama kalinya di Jundi-Shapur dan kemudian di Bagdad di bawah pemerintahan al-Ma’mun, penerjemahan buku-buku ilmiah, moral, sejarah dan buku-buku terkenal lainnya dilakukan ke dalam bahasa arab. Di antara para pendukung ilmu pengetahuan Islam-Persia dan non-arab pada masa itu adalah kelompok Syu’ubiyah, yaitu suatu kelompok yang terdiri dari beberapa bangsa yang berusaha untuk membebaskan diri dari supremasi dan kultur orang-orang Arab di dunia muslim dengan cara menghidupkan kembali kebudayaan dan standar zaman kuno. Mereka menerjemahkan ke bahasa arab dari sumber-sumber Persia. Beberapa karya bahasa Persia yang diterjemahkan ke dalam bahasa arab adalah sebagai berikut: Javidanio Khirad, Pand-Namah, Andarz, yang diterjemahkan oleh Ibnu Mushkuya. Kalila Wa Dimna, Khudai Namah, Ain Namah, dan al-Yatima, yang diterjemahkan oleh Ibnul MuqoffaKhoday Namah diterjemahkan oleh Jabala Ibnu Salem Kitab al-Mahasin diterjemahkan oleh al-Farrukhan.
Hasil nyata pertama terjadi pada separuh abad ke-8 ketika aktifitas penerjemahan ke dalam bahasa arab terhadap karya-karya bahasa Syria, Persia, Hindu, dan Yunani mulai dilakukan. Sekali lagi haruslah diingat bahwa proses penerjemahan ke dalam bahasa arab itu tidak dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi dilakukan berdasarkan program yang terencana dengan baik dan dengan dukungan dari pemerintah.
Dua dari khalifah besar Abbasiyah mendukung usaha para penerjemah yang sibuk untuk mengungkap harta karun pengetahuan Yunani. Al-Mansur dianggap berjasa karena telah membawa Ibn Bakhtyashu, seorang tabib yang berkecimpung dalam kegiatan penerjemahan karya-karya Yunani ke dalam bahasa arab, ke kota Bagdad. Al-Mansur juga meminta bantuan kepada Ibnu Batriq, salah satu dari para penerjemah yang menjadi pionir dalam penerjemahan karya-karya Yunani ke dalam bahasa arab, dan terkenal karena penerjemahannya terhadap banyak karya Galen dan Hippocrates.
Pada abad kesembilan Bagdad benar-benar menjadi pusat ilmu pengetahuan. Penerjemahan-penerjemahan yang telah dihasilkan selama 900 tahun menjadi anti-klimaks bagi karya-karya yang ditulis selama ratusan tahun sebelumnya. Teks-teks Yunani klasik dalam bidang matematika dan medis telah selesai diterjemahkan.Meski periode 900-1000 tahun bukan berarti tidak ada aktivitas atau usaha-usaha yang terorganisir untuk mengembangkan karya-karya terjemahan. Aktivitas itu terus ada walaupun intensitasnya agak menurun. Kontribusi yang diberikan oleh ilmuwan arab dan kaum muslim Persia memiliki arti yang signifikan. Mereka mendapatkan dukungan yang besar dalam kegiatan penerjemahannya, dalam pendirian pusat-pusat penerjemahan dan dalam pengamanan manuskrip-manuskrip Yunani. Masa penerjemahan (the age of translation) yang berlangsung hampir 150 tahun (750-900 M), merupakan masa bagi berlangsungnya kreatifitas murni dan pengaruh intelektual muslim.
Dan secara garis besar ada dua periode penerjemah pada masa Abbasiyah: dari penguasa I sampai pencapaian al-Ma’mun, 132-198 H.; di bawah al-Ma’mun dan para penggantinya, terpusat di sekolah tinggi yang baru didirikan di Bagdad, yaitu Baitul Hikmah. Para penerjemah kebanyakan orang Kristen, Yahudi, dan sisanya mereka yang berpindah agama kepada Islam dari berbagai kepercayaan. Penerjemahan periode pertama, tahun 132-198 H di antaranya yang paling tersohor: Abdullah Ibnu al-Muqaffa, Ibrahim al-Fazari, Muhammad Ibnu Musa al-Khawarizmi, George Bakhtishu, Isa Ibnu Thkerbokht, dan Babriel Bakhtishu.
Penerjemahan periode kedua, setelah tahun 198 H yang paling termasyhur adalah: John Bar Maserjoye, Abu Bakr Muhammad Ibnu Zakariya ar-Razi, Yahya Ibnu Masawih (kepala Baitul Hikmah), Abu Zaid Hunain Ibnu Ishaq al-Ibadi, Ishaq Hunain, Questa Ibnu Luqa, Abu Biysr Matka Ibnu Yunus, Yahya Ibnu Adi, dan Abu Ali Isa Ibnu Zaraah. Las but not least, sepakat atau tidak, kejayaan Islam dalam kebudayaan dan ilmu pengetahuan secara dekat berhubungan dengan aktivitas penerjemahan. Selama aktivitas itu masih terus berlangsung secara konstan, Islam tetap memiliki kesempatan untuk meraih kemajuan-kemajuan kultural yang lebih tinggi. Tetapi, ketika aktivitas-aktivitas itu semakin menurun, kepemimpinan peradaban Islam menjadi hilang dengan sendirinya. Apa yang telah direncanakan oleh Islam—untuk menyerap kebudayaan dan peradaban masyarakat lainnya melalui penerjemahan—telah mencapai titik puncaknya.
Sebagaimana proses penerjemahan telah membawa Islam ke puncak kepemimpinan budaya dan peradaban, maka proses penerjemahan itu pula yang telah membangunkan eropa dari tidur panjangnya dan membawa dunia barat meraih kemajuannya, yaitu ditandai dengan renaissance.
Penerjemahan telah terbukti menjadi sesuatu yang memainkan peranan utama. Aktivitas penerjemahan memungkinkan suatu kebudayaan dapat mempelajari kebudayaan lainnya dan hasil yang diperoleh melalui penerjemahan ini lebih menakjubkan daripada kemenangan dan penguasaan wilayah-wilayah lain.
Pengaruh Baitul Hikmah terhadap ilmu Pengetahuan
Setelah meluasnya peran lembaga tersebut, lembaga ini juga membawa dampak positif secara makro bagi masyarakat luas diantaranya:
1. Ditemukannya jakur “benang merah” yang menjelaskan rentangan sejarah perkembangan peradaban umat manusia sejak kurun waktu yang sangat tua, dan diperoleh kembali kekayaan warisan peradaban kuno yang bernilai tinggi dari Yunani,India, Persia dan lainnya.
2. Semakin tumbuh suburnya kondisi sosial yang favourable bagi perkembangan ilmu pengetahuan
3. Terjadinya integrasi sosial yang kian intensif dan berkurangnya sikap primordialisme.
Diantara penyebab Daulah Abbasiyah pada periode pertama ini berhasil mencapai masa keemasan ialah terjadinya asimilasi dalam Daulah Abbasiyah ini, keterlibatan unsur-unsur non Arab, terutama bangsa Persia, dalam pembinaan peradaban Baitul Hikmah.
Pada masa itu perpustakaan-perpustakaan tampaknya lebih menyerupai sebuah universitas ketimbang sebuah taman bacaan. Orang-orang datang ke perpustakaan itu untuk membaca, menulis, dan berdiskusi. Di samping itu, perpustakaan ini juga berfungsi sebagai pusat penerjemahan. Tercatat kegiatan yang paling menonjol adalah terhadap buku-buku kedokteran, filsafat, matematika, kimia, astronomi dan ilmu alam.
Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
Sumber:M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.kmp-malang.com
www.arminaperdana.blogspot.com, http://grosirlaptop.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar