Minggu, 27 Maret 2011

Teori Konteks, Macam-macam Konteks, dan Pembagian Kontes

Artikel pendidikan ini berusaha menjelaskan tentang  Teori Konteks, Macam-macam Konteks, dan Pembagian Kontes . Diharapkan makalah pendidikan/artikel pendidikan singkat ini memberi pemahaman tentang  Teori Konteks, Macam-macam Konteks, dan Pembagian Kontes sehingga memberi referensi tambahan bagi penulis makalah pendidikan atau pegiat penelitian yang bertema  Teori Konteks, Macam-macam Konteks, dan Pembagian Kontes.
--------------


Pembagian Konteks
Secara lebih rinci, K. Ammer sebagaimana dikutip oleh Umar (1982) mengusulkan pembagian konteks menjadi:
(a) konteks linguistik (as-siyaq al-lughawi) atau linguistic context,
(b) konteks emotif (as-siyaq al-‘athifi) atau emotive context,
(c) Konteks situasi (siyaqu al-mauqif) atau situasional context, dan
(d) Konteks budaya (as-siyaq ats-tsaqafi) atau cultural context.

Dalam konteks linguistik, kata good dalam bahasa Inggris atau kata hasan dalam bahasa Arab mengacu pada berbagai makna sesuai dengan konteks kebasaan yang menyertainya. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini.
Contoh A
1- على رجل حسن
2- هو طبيب حسن
3- هذا ماء حسن

Kata hasan baik pada contoh A (1), (2) dan (3) merupakan kata sifat yang makna dasarnya ‘baik’. Akan tetapi, kata tersebut memunculkan berbagai makna dalam konteks kebahasaan yang berbeda. Kata hasan pada contoh A (1) berkaitan dengan moral/akhlak. Artinya, yang dimaksud hasan atau baik dalam kalimat A (1) tersebut adalah baik akhlaknya. Dengan demikian, kalimat A (1) berarti ‘Ali adalah seorang lelaki yang baik moralnya atau akhlaknya’. .Kata hasan pada contoh A (2) bukan lagi mengacu pada ahklak (moral), melainkan ‘baik’ dalam hal kinerja (at-tafawwuq fi al-ada’), sehingga kalimat A (2) di atas berarti ‘dokter itu memiliki etos kerja tinggi’.

Sementara itu, Kata hasan pada contoh A (3) bukan lagi mengacu pada akhlak atau kinerja, melainkan mengacu pada makna shofa’ wan naqawah (jernih), sehinga kalimat A (3) berarti air itu jernih (Umar, 1982). Pembeda makna dari kata sifat yang sama (hasan) adalah konteks kebahasaan, yakni kata rajul, thabib, dan ma’. Ini artinya, kata sifat yang sama menimbulkan arti yang berbeda dalam konteks kalimat yang berbeda pula.

Selanjutnya, Umar (1982) juga memberikan contoh penggunaan kata yad ke dalam konteks kalimat yang berbeda sebagaimana kutipan berikut ini.
1- أعطيته مالا عن ظهر (يد) يعني تفضلا ليس من بيع ولا قرض ولا مكافأة.
2- هم (يد) على من سواهم: إذا كان أمرهم واحدا.
3- (يد) الفأس ونحوه : مقبضها.
4- (يد) الدهر : مد زمانه.
5 - (يد) الريح : سلطانها.
6- (يد) الطائر : جناحه.
7- خلع (يده) من الطاعة : مثل نزع يده.
8- بايعته (يدا) بيد : أي نقدا.
9- ثوب قصير (اليد) : إذا كان يقصر أن يلتحف به.
10- فلان طويل (اليد) : إذا كان سمحا.
11- مالي بد (يد) : أي قوة.
12- سقط في يده : ندم.
13- هذه (يدي) لك : أي استلمت وانقدت لك.
14- حتى يعطوا الجزية عن (يد) : عن ذل واعتراف للمسلمين بعلو أيديهم.
15- إن بين (يدي) الساعة أهوالا : أي قدامها.
16- (يد) الرجل : جماعة قومه وأنصاره.

Konteks emotif adalah suatu konteks yang berkaitan dengan tingkat kekuatan dan kelemahan dalam berinteraksi, yang secara fungsional bisa jadi sebagai penegas, hiperbola atau di antara keduanya. Kata love dalam bahasa Inggris misalnya secara emotif berbeda dengan kata like meskipun keduanya memiliki makna dasar yang sama, yaitu cinta (al-hub). Dalam bahasa Arab, kata yukrihu secara emotif berbeda dengan kata yabghadlu, meskipun keduanya juga berasal dari makna dasar yang sama, yaitu ‘membenci’ (Umar, 1982). Perhatikan contoh berikut ini.

Contoh B
1- كُتِب عليكم القتال وهو كره لكم وعسى ان تكرهوا شيئا وهو خير لكم وعسى ان تحبوا شيئا وهو شرلكم, والله يعلم وانتم لا تعلمون (البقرة: 216)

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

2- ويكره النوم بعد دخول وقت الصلاة (فتح المعين, ص:15)

Dimakruhkan tidur sesudah waktu salat masuk

3- صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين
(الفاتحة: 7).

(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

4- إن أبغض الحلال الى الله الطلاق.
Sesungguhnya perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah Talak (cerai).

Verba تكرهوا pada contoh (1) dan verba يكره pada contoh (2) berasal dari kata كره - يكره . Sementara itu, kata مغضوب pada contoh (3) berasal dari kata غضب- يغضب dan kata ابغض pada contoh (4) berasal dari kataبغض - يبغض . Kedua kata ini memiliki makna dasar yang samam yakni mengekresikan sikap benci (ketidaksukaan terhadap sesuatu). Akan tetapi, apabila dilihat dari konteks emotifnya, keduanya memiliki perbedaan. Perbedaannya terletak pada kadar ketidaksukaan pada kedua kata tersebut.

Verba تكرهوا dan يكره pada contoh (1) dan (2) di atas memiliki tingkat ketidaksukaan (kebencian) yang lebih kecil daripada ketidaksukaan (kebencian) yang ada pada مغضوب dan kata ابغض pada contoh (3) dan (4). Kebencian yang ada pada Verba تكرهوا dan يكره tidak disertai dengan unsur kemurkaan, sehingga seringkali kata يكره berarti tidak menyukai. Bahkan dalam kata يكره ada unsur pembolehan (meskipun tidak diharapkan), misalnya tidur setelah waktu salat masuk itu humumnya makruh. Dalam hal ini, tidak diharamkan tidur setelah waktu salat masuk, asalkan yang bersangkutan masih memiliki waktu untuk melakukan salat. Dengan ungkapan lain,kata يكره pada contoh (2) di atas dapat dipadankan dengan kata sebaiknya, yakni sebaiknya jangan tidur setelah waktu salat masuk, karena dikhawatirkan yang bersangkutan kehilangan waktu salat.

Sementara itu, kata بغض- يبغض sebagaimana yang tercermin pada contoh (3) dan (4) disertai dengan unsur kemurkaan. Menurut Shihab (1997) maksud kata مغضوب pada ayat 7 surah al-fatihah di atas adalah kehendak Tuhan untuk melakukan tindakan keras dan tegas, atau dengan kata lain, adalah siksaan. Dengan demikian, murka Tuhan (مغضوب ) adalah siksa atau ancaman siksa-Nya. Demikian pula, kata ابغض pada contoh (4) juga disertai dengan kemurkaan, yakni Tuhan memurkai orang yang melakukan perceraian (talak), sekalipun secara syar’iyyah (yuridis-formal) dihalalkan.

Konteks situasi di sini dimaksudkan sebagai konteks situasi eksternal (al-mauqif al-khariji) yang memungkinkan kata itu digunakan. Artinya, kata yang sama memiliki arti yang berbeda karena situasi yang berbeda pula. Perhatikan contoh berikut ini.

Contoh C
1- يرحمك الله
2- الله يرحمه

Verba yarham pada contoh C (1) dan contoh (2) memiliki arti yang berbeda disebabkan oleh situasi luar yang berbeda. Contoh C (1) digunakan dalam siatuasi menjawab atau mendoakan orang lain yang membaca hamdalah pada saat bersin. Permohonan kasih sayang kepada Tuhan bagi orang yang bersin ini adalah kasih sayang di dunia (thalabu ar-rahmah fi ad-dunya). Sementara itu, contoh C (2) digunakan sebagai doa bagi orang yang meninggal dunia. Permohonan kasih sayang kepada Tuhan bagi orang yang meninggal dunia ini adalah kasih sayang di akherat (thalabu ar-rahmah fi al-akhirah). Dengan demikian, kata yarham pada contoh C (1) dan (2) digunakan dalam konteks situasi yang berbeda. Implikasinya, makna yang diacu oleh kata yarham tersebut juga berbeda.

Sementara itu dalam konteks budaya, batasan-batasan atau nilai-nilai dalam lingkungan budaya atau masyarakat mempengaruhi penggunaan kata. Dalam bagasa Inggris misalnya, kata looking glass di Negara Inggris cendrung digunakan oleh masyarakat dalam struktur sosial tinggi bila dibandingkan dengan penggunaan kata mirror, meskipun makna dasarnya sama, yaitu cermin. Demikian pula, kata rich dengan kata wealthy. Dalam bahasa Arab, kata aqilah berbeda dengan kata zaujah, sekalipun keduanya mempunyai makna dasar yang sama, yaitu istri. Kata aqilah yang termasuk kosa kata Arab modern (al-arabiyah al-mu’asharah) cendrung digunakan untuk masyarakat yang strata sosialnya tinggi atau ekslusif (at-athabaqah al-‘ijtimaiyyah al-mutamayyizah) bila dibandingkan dengan kata zaujah (Umar, 1982). Berikut ini contoh penggunaan kata aqilah (dikutip dari majalah berbahasa Arab Indonesia yang diterbitkan oleh kedutaan Indonesia di Damaskus edisi 18 bulan Kanun tsani –syabat tahun 1987) dan kata zaujah.

Contoh D
1- شاركت عقيلة السيد ويسنوهارتونو الملحق في السفارة في عرض الأزياء الشعبية التقليدية في سوريا.
2- وصل السيد الرئيس سوهارتو والسيدة عقيلته الى جوهوربارو ماليزيا يوم الخميس لزيارة عمل استغرقت يوما واحدا.
3- وصل الى جاكرتا يوم الثلاثاء 13\1\1987 فخامة الرئيس حسين محمد ارشاد رئيس جمهورية بنغلادش والسيدة عقيلته في زيارة عمل استغرقت أربعة ايام.
4- تخرج زوجتي كل يوم في الصباح
5- نحن نتناول الوجَبات خارج البيت, لأن زوجتي لا تجد وقتا لإعداد الطعام

Keterangan: contoh nomor 4 dan 5 dikutip dari buku “Al-arabiyyah baina yadaik” jilid 2
Kata aqilah pada contoh D (1), (2), dan (3) mengacu pada seorang istri yang strata sosialnya tinggi. Kata aqilah pada contoh D (1) mengacu pada istri staf kedutaan di Damaskus-Syiria, kata aqilah pada contoh D (2) mengacu pada istri presiden Suharto (Ibu Tien Suharto), kata aqilah pada contoh D (3) mengacu pada istri Husen Muhammad Irsyad (presiden Banglades). Akan kurang tepat, apabila kata aqilah di atas diganti dengan kata zaujah, karena konteks budaya (strata sosial) menghendaki demikian. Sementara itu, contoh D (4) dan (5) menggunakan kata zaujah. Secara sosio-kultural akan kurang tepat apabila kata aqilah yang digunakan.

Pengaruh konteks budaya atau sosio-kultural terhadap penggunaan kata lebih kentara pada kultur Jawa (bahasa Jawa). Di dalam bahasa Jawa terdapat tiga strata dalam berbabasa, yaitu strata ngoko, madya, dan krama. Kata “makan” bisa diungkapkan dengan kata ‘mangan’, ‘nedho’ dan ‘dhahar’. Berikut ini contoh penggunaan ketiga kata tersebut.

Contoh E
1. Punopo Ibu sampun dhahar?
2. Matur suwun bu! Kula sampun nedha.
3. apa kuwe wis mangan Bud?

Kata dhahar, nedha, dan mangan pada contoh E di atas memiliki makna dasar yang sama, yakni ‘makan’. Akan tetapi, dilihat dari konteks budaya yang berlaku dalam masyarakat Jawa, ketiga kata tersebut tidak boleh digunakan secara acak (di sembarang tempat dan situasi). Kata dhahar pada contoh E (1) ditujukan oleh seorang anak kepada ibunya, kata ‘nedha’ pada contoh E (2) mengacu pada penutur sendiri ketika berbicara dengan ibunya, sedangkan kata ‘mangan’ pada contoh E (3) mengacu pada penutur yang status sosialnya sama atau lebi rendah (dengan teman sendiri). Dengan demikian, secara sosio-kultural, ketiga kata tersebut secara semantis mempunyai nuansa makna yang berbeda. Kata dhahar terasa lebih halus daripada kata nedha, dan kata nedha terasa lebih halus daripada kata mangan.

--------------
Demikian artikel/makalah tentang Teori Konteks, Macam-macam Konteks, dan Pembagian Kontes. semoga memberi pengertian kepada para pembaca sekalian tentang  Teori Konteks, Macam-macam Konteks, dan Pembagian Kontes. Apabila pembaca merasa memerlukan referensi tambahan untuk makalah pendidikan atau penelitian pendidikan anda, tulis permohonan, kritik, sarannya melalui komentar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar