Artikel pendidikan ini berusaha menjelaskan tentang Makna Idiomatis dan Makna Peribahasa. Diharapkan makalah pendidikan/artikel pendidikan singkat ini memberi pemahaman tentang Makna Idiomatis dan Makna Peribahasa sehingga memberi referensi tambahan bagi penulis makalah pendidikan atau pegiat penelitian yang bertema Makna Idiomatis dan Makna Peribahasa.
--------------
Makna Idiomatis dan Makna Peribahasa Idiom adalah satuan-satuan kebahasaan (kata, frasa, dan kalimat) yang maknanya tidak dapat diketahui dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun dari makna gramatikal satuan tersebut. Sebagai contoh kata تحَجَّر – تخَشِّب - تَغَيَّم - تَثَلَّج mempunyai dasar berupa nomina- حجر .ثلج - غيوم - خشب Menurut kaidah gramatikal kata تحَجَّر ‘menjadi batu’ تخَشِّب‘menjadi kayu’ تَغَيَّم ‘menjadi mendung’, dan تَثَلَّج ‘menjadi es’ bermakna ‘menjadi hal yang dikemukakan pada bentuk dasar’. Tetapi kata تَسَوَّق yang berasal dari bentuk dasar berupa nomina سُوق dan mengalami proses gramatika yang sama dengan keempat kata terdahulu tampaknya tidak memiliki makna ‘menjadi hal yang dikemukakan pada bentuk dasar’. Atau secara singkat, kata تَسَوَّق tidak bermakna ‘menjadi pasar’, melainkan bermakna ‘berbelanja’. Sebagai contoh lain, kata –- وسَّع فرَّح – كبَّر yang berasal dari ajektiva –واسِع فرِح - – كبيرmempunyai makna mentransitifkan atau menjadikan sesuatu sebagaimana dinyatakan pada dasar. Tetapi makna tersebut tidak terdapat pada kata مَرّضَ yang juga berasal dari ejektiva مريض. Kata مَرّضَ tidak lain bermakna ‘merawat hal yang ada pada bentuk dasar atau berupaya menghilangkan sesuatu yang dinyatakan pada bentuk dasar’. Contoh yang berupa frasa dapat dikemukakan, misalnya شُرْب الشجارة tidaklah bermakna ‘meminum rokok ataupun memasukkan hal yang dinyatakan pada kata kedua ke dalam perut melalui mulut’, sebagaimana frasa شرب الخمر –شرب الماء - شرب القهوة . Frasa شرب الشجارة berarti ‘mengisap rokok atau merokok’ (يُدَخِّن) .Jadi makna yang terkandung pada kata تَسَوَّق - مَرّضَ dan frasa شرب الشجارة bukanlah makna leksikal atau gramatikal, melainkan makna idiomatis. Termasuk dalam kategori idiom dalam bahasa Arab adalah pasangan khas verba dengan huruf jar (preposisinya), misalnya رَغِبَ في ‘senang’ dan رَغِبَ عَن ‘benci’. Jadi makna idiomatis adalah makna satuan kebahasaan yang menyimpang dari makna leksikalnya ataupun dari makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Idiom dapat dibedakan menjadi dua (Pateda, 2001), yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsurnya secara keseluruhan sudah merupakan satu kesatuan dengan satu makna. Contoh: (40) بيت الخلاء (41) كبش الفداء Frasa بيت الخلاء terbentuk dari kata بيت yang makna leksikalnya ‘bangunan tempat tinggal’ dan الخلاء yang makna leksikalnya ‘sepi, sunyi’,. Makna leksikal dari setiap kata tidak lagi tampak pada konstruksi tersebut. Frasa بيت الخلاء tidak bermakna rumah sepi atau rumah untuk menyepi, tetapi bermakna ‘tempat buang hajat’. Frasa كبش الفداء yang bermakna ‘orang atau pihak yang dipersalahkan atau dijadikan sebagai dalih atas terjadinya sesuatu’ tidak lagi mengandung makna leksikal unsur-unsurnya, yaitu كبش ‘kambing’ dan الفداء ‘tebusan’. Adapun idiom sebagian masih menampakkan salah satu unsur dengan makna leksikalnya. Misalnya kata أم ‘wanita yang melahirkan’ dan القرآن ‘kitab suci umat Islam’ membentuk konstruksi أم القرآن ‘surat Al-Fatihah’ (42). Jadi makna leksikal dari unsur kedua masih terwakili pada makna keseluruhan konstruksi tersebut. Frasa رأس المال (43) mempunyai makna ‘uang awal usaha atau modal’. Frasa tersebut terdiri atas unsur رأس ‘kepala atau bagian paling atas dari suatu makhluk bernyawa’ dan المال ‘harta, kekayaan’. Jadi makna المال sebagai unsur kedua juga masih tampak pada makna konstruksi tersebut secara utuh. (42) أم القرآن (43) رأس المال Idiom berbeda dari peribahasa. Sebagaimana telah dikemukakan, idiom merupakan satuan kebahasaan yang maknanya ‘menyimpang’ dari makna unsur-unsurnya. Adapun peribahasa merupakan satuan kebahasaan yang digunakan sebagai perbandingan, tetapi maknanya masih dapat dilacak dari makna leksikal dan gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Sebagai contoh, satuan bagai air dan minyak merupakan satuan yang terdiri atas unsur air ‘benda cair sebangsa air minum’ dan unsur minyak ‘benda cair yang mudah terbakar’. Di dalam satuan tersebut, kedua unsurnya tetap memiliki makna leksikalnya masing-masing. Tetapi satuan tersebut justru digunakan sebagai pembanding suatu hal di luar satuan itu sendiri, yaitu keadaan dua hal yang tidak bisa bersatu atau bercampur. Dua hal yang tidak bisa bersatu atau bercampur disamakan atau dibandingkan dengan air dan minyak yang mempunyai sifat sulit bercampur antarkeduanya. Dalam bahasa Arab dapat dikemukakan dua contoh berikut. (44) لنْ ترجِع الأيام التي مضَتْ (45) إنك لا تجني مِن الشَّوك عِنَبًا Satuan (44) berpadanan dengan nasi telah menjadi bubur. Unsur-unsur pada satuan (44) digunakan dengan makna leksikalnya masing-masing. Satuan tersebut bermakna harfiah ‘tidaklah akan kembali hari-hari yang telah berlalu’. Makna tersebut digunakan sebagai pembanding suatu hal yang ada di luar atau yang tidak dinyatakan. Dalam hal ini yang yang dibandingkan adalah kesempatan, waktu, atau kegiatan dan kehidupan yang telah lewat atau telah dikerjakan. Kesempatan, waktu, kehidupan yang telah lewat atau telah dikerjakan tidak datang lagi sebagaimana hari-hari yang telah berlalu tidak akan datang lagi. Kalaupun hari-hari dalam seminggu terus datang berulang, sesunguhnya hari-hari dalam minggu ini bukanlah hari-hari yang datang minggu lalu. Satuan إنك لا تجني مِن الشَّوك عِنَبًا ‘engkau tidak memetik anggur dari durian’ digunakan sebagai pembanding hal yang ada di luar satuan tersebut, yaitu hasil perbuatan yang diperoleh seseorang itu sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya. Yang menanam durian, akan memetik durian sebagaimana yang menanam anggur akan memetik anggur. Berbuat baik akan memperoleh hasil yang baik. Jadi satuan (45) mempunyai makna ‘hasil perbuatan sesuai dengan perbuatannya’. Makna tersebut dapat dilacak dari makna leksikal unsur-unsur dalam satuan. Satuan (45) tampak berpadanan dengan satuan BI barang siapa menanam menuai. Dalam BA, hal yang dibandingkan kadang-kadang dinyatakan secara eksplisit dalam teks, misalnya: (46) المزاح يأكل الهيبة كما تأكل النار الحطب Satuan (46) terdiri atas dua klausa, (a) المزاح يأكل الهيبة ‘senda gurau memakan kewibawaan’ dan (b) تأكل النار الحطب ‘api memakan kayu bakar’. Klausa (b) merupakan pembanding dari klausa (a). Jadi makna peribahasa satuan tersebut pada dasarnya sudah dinyatakan pada klausa (a). Adapun maksud dari satuan tersebut adalah anjuran atau peringatan untuk tidak banyak bersenda gurau.
--------------
Demikian artikel/makalah tentang Makna Idiomatis dan Makna Peribahasa. semoga memberi pengertian kepada para pembaca sekalian tentang Makna Idiomatis dan Makna Peribahasa
. Apabila pembaca merasa memerlukan referensi tambahan untuk makalah pendidikan atau penelitian pendidikan anda, tulis permohonan, kritik, sarannya melalui komentar.
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Makna Idiomatis dan Makna Peribahasa"
Posting Komentar