Standar kompetensi yang harus dicapai melalui pembelajaran Bahasa Indonesia adalah meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomununikasi dalam Bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tulisan serta menimbulkan penghargaan terhadap hasil cipta manusia Indonesia. Standar kompetensi tersebut dimaksudkan agar peserta didik siap mengakses situasi multiglobal lokal yang berorientasi pada keterbukaan dan kemasadepanan. Untuk itu, maka guru harus dapat membantu mereka membangun berbagai strategi komunikasi yang membuat mereka dapat menghadapi situasi kritis yang akan mereka hadapi.
Terkait dengan kompetensi yang harus dicapai melalui pembelajaran bahasa Indonesia, secara khusus pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar bertujuan mengembangkan kemampuan berbahasa Indonesia siswa sesuai dengan fungsi bahasa sebagai wahana berpikir dan wahana berkomunikasi untuk mengembangkan potensi intelektual, emosional, dan sosial. Bahasa sangat fungsional dalam kehidupan manusia, karena selain merupakan alat komunikasi yang paling efektif, berpikir pun menggunakan bahasa. Begitu pentingnya kemampuan berbahasa, sehingga masalah kemampuan berbahasa khususnya kemampuan baca-tulis atau literasi (melek huruf) menurut Azies dan Alwasilah (1997: 12) dan Akhadiah (1992: 18) di seluruh dunia masalah literasi atau melek huruf ini merupakan persoalan manusiawi sepenting dan semendasar persoalan pangan dan papan. Untuk itu, maka menurut Gani (1995: 1) proses pendidikan bahasa sejak di sekolah dasar harus mampu mewujudkan lulusan yang melek huruf dalam arti yang lebih luas yaitu melek teknologi dan melek pikir yang keseluruhannya juga mengarah pada melek kebudayaan.
Penilaian Pembelajaran Bahasa Indonesia
Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran ini, terdapat model-model penilaian pembelajaran keterampilan berbahasa baik lisan maupun tulis. Menurut Sugito (Santosa, 2003) penilaian pembelajaran keterampilan berbahasa lisan, meliputi penilaian menyimak dan berbicara, sementara penilaian keterampilan berbahasa tulis meliputi penilaian keterampilan membaca dan menulis. Sementara menurut Soegito (Santosa, 2003) dan menurut Oller ( Rofi’uddin, 1999) jenis-jenis tes yang dapat digunakan untuk menilai kemamampuan berbahasa banyak ragamnya, seperti jenis tes untuk penilaian pembelajaran menyimak, di antaranya tes respons terbatas, tes respons pilihan ganda, tes komunikasi luas, dan dikte. Sementara dalam penilaian kemampuan berbicara terdapat jenis tes, yaitu tes respon terbatas, tes terpadu, dan tes wawancara, tes kemampuan berbicara berdasarkan gambar, bercerita, diskusi, dan tes ujaran terstruktur, seperti mengatakan kembali, membaca kutipan, mengubah kalimat, dan membuat kalimat.
Adapun model penilaian dalam pembelajaran keterampilan berbahasa tulis mencakup penilaian membaca dan menulis. Aspek penting dalam penilaian membaca adalah pemahaman. Jenis-jenis tes yang dapat digunakan untuk menguji kemampuan membaca peserta didik SD, di antaranya adalah tes pemahaman kalimat dan tes pemahaman wacana, tes cloze, menceritakan kembali, tes meringkas, tes subjektif, dan tes objektif. Sementara penilaian menulis, di antaranya meliputi tes pratulis, tes menulis terpadu, dan tes menulis bebas, tes menulis berdasarkan rangsangan gambar, tes menulis berdasarkan rangsangan suara, tes menulis dengan rangsangan buku, tes menulis laporan. Dengan demikian, maka penilaian dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan pengamatan (nontes) dan pengukuran (tes). Kedua macam penilaian ini, dapat digunakan untuk saling melengkapi sehingga dapat memberikan gambaran hasil belajar peserta didik secara lengkap dan holistik.
Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan salah satu komponen kurikulum yang memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik melalui identifikasi kompetensi/hasil belajar yang telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai serta peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan. PBK dilakukan untuk memberikan keseimbangan pada ketiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dengan menggunakan berbagai bentuk dan model penilaian secara resmi maupun tidak resmi dengan berkesinambungan.
PBK merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik. PBK mengidentifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai disertai dengan peta kemajuan belajar peserta didik dan pelaporan. PBK menggunakan arti penilaian sebagai “assessment” yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh dan mengefektifkan informasi tentang hasil belajar peserta didik pada tingkat kelas selama dan setelah kegiatan belajar mengajar. Data atau informasi dari penilaian ini merupakan salah satu bukti yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu program pendidikan. Dengan demikian, maka PBK merupakan penilaian yang dilaksanakan terpadu dengan kegiatan belajar mengajar di kelas (berbasis kelas) melalui pengumpulan kerja peserta didik (portfolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja (performance), dan tertulis (paper and pen).
PBK yang dilakukan guru secara terpadu dengan kegiatan pembelajaran berguna untuk (a) umpan balik bagi peserta didik dalam mengetahui kemampuan dan kekurangannya sehingga menimbulkan motivasi untuk memperbaiki hasil belajarnya; (b) memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan belajar peserta didik sehingga memungkinkan dilakukannya pengayaan dan remediasi untuk memenuhi kebutuhan peserta didik sesuai dengan kemajuan dan kemampuannya; (c) memberikan masukan bagi guru untuk memperbaiki program pembelajarannya di kelas; (d) memungkinkan peserta didik mencapai kompetensi yang telah ditentukan walaupun dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda; (e) memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada masyarakat tentang efektivitas pendidikan sehingga mereka dapat meningkatkan partisipasinya di bidang pendidikan.
Dilihat dari keterkaitan antara penilaian berbasis kelas dengan proses belajar mengajar bahasa Indonesia, bahwa penilaian mempersyaratkan adanya keterkaitan langsung dengan aktivitas proses pembelajaran. Demikian pula, proses belajar mengajar akan berjalan efektif apabila didukung oleh penilaian berbasis kelas yang efektif oleh guru. Penilaian merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. Kegiatan penilaian harus dipahami sebagai kegiatan untuk mengefektifkan proses belajar mengajar agar sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Stigging (Furqon, 2001) bahwa “Assessment as instruction”, maksudnya bahwa “Assessment and teaching can be one and the same”. Dengan demikian penilaian pembelajaran bahasa Indonesia harus dilakukan guru secara terencana, sistematik, dan berkesinambungan sebagai strategi dalam quality assurance.
Langkah yang guru lakukan dalam rangkaian aktivitas pengajaran meliputi rencana mengajar, proses belajar mengajar, penilaian, analisis dan umpan balik. Dalam siklus pembelajaran, hal pertama yang harus dilakukan oleh guru adalah menyusun rencana mengajar. Dalam menyusun rencana mengajar ini hal-hal yang harus dipertimbangkan meliputi rincian komponen yang harus dicapai peserta didik, cakupan dan kedalaman materi, indikator pencapaian kompetensi, pengalaman belajar yang harus dialami peserta didik, persyaratan sarana belajar yang diperlukan, dan metode serta prosedur untuk menilaian ketercapaian kompetensi.
Setelah rencana pengajaran tersusun dengan baik, guru melakukan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana tersebut. Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam proses belajar mengajar ini adalah adanya interaksi yang efektif antara guru, peserta didik dan sumber belajar lainnya sehingga menjamin terjadinya pengalaman belajar yang mengarah ke pencapaian kompetensi oleh peserta didik. Untuk mengetahui dengan pasti ketercapaian kompetensi dimaksud, guru melakukan penilaian secara terarah dan terprogram. Penilaian harus digunakan sebagai proses untuk mengukur dan menentukan tingkat ketercapaian kompetensi, dan sekaligus untuk mengukur efektivitas proses belajar mengajar. Untuk itu, penilaian yang efektif harus diikuti oleh kegiatan analisis terhadap hasil penilaian dan merumuskan umpan balik yang perlu dilakukan dalam perencanaan proses belajar mengajar berikutnya. Dengan demikian, rencana mengajar yang disiapkan guru untuk siklus proses belajar mengajar berikutnya harus didasarkan pada hasil dan umpan balik penilaian sebelumnya. Jika dilakukan, maka kegiatan belajar mengajar yang dilakukan sepanjang semester dan tahun pelajaran merupakan rangkaian dari siklus proses belajar mengajar yang saling berkesinambungan.
Dilihat dari kesejarahannya, penilaian dalam pembelajaran bahasa dapat dipilah menjadi tiga kategori, yangni penilaian yang menggunakan pendekatan diskrit, integratif, dan pragmatik/komunikatif. Penilaian pembelajaran bahasa dengan pendekatan diskrit, menurut Oller (Rofi’uddin, 1994) merupakan penilaian yang hanya menekankan atau menyangkut satu aspek kebahasaan. Jika dalam kebahasaan dikenal adanya aspek fonologi, morfologi, sintaksis, maka akan dijumpai adanya penilaian tentang fonologi, morfologi, dan sintaksis. Selain itu, dalam keterampilan berbahasa dikenal adanya keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan keterampilan menulis. Oleh karena itu, juga dapat dijumpai adanya penilaian menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Penilaian pembelajaran bahasa dengan pendekatan integratif, kemunculannya sebagai reaksi terhadap penilaian diskrit yang dianggap memiliki banyak kelemahan. Tes integratif merupakan penilaian kebahasaan yang digunakan untuk mengukur beberapa aspek kemampuan atau keterampilan berbahasa. Dalam tes integratif, aspek-aspek kebahasaan tidak dipisah-pisahkan, melainkan merupakan satu kesatuan yang padu. Penilaian pembelajaran bahasa dengan pendekatan pragmatik, yaitu sebagai tes bahasa yang difungsikan untuk mengukur kemampuan berbahasa sesuai dengan situasi dan konteks pemakaiannya. Oller (Rofi’uddin, 1994) mengemukakan beberapa tes yang dapat dikategorikan sebagai tes pragmatik, yakni, cloze test, dikte, tanya jawab, wawancara, bercerita, mengarang, dan terjemahan.
Rujukan:
1. Azies, Furqonul & Alwasilah, A. Chaedar. (1996). Pengajaran Bahasa Komunikatif: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
2. Brown, Sam ED dan Everett, Rebecca Samalone. (1990). Activities for Teaching Using the Whole Language Approach. U.S.A.: Charles C Thomas Publisher.
3. De Carlo, Julia E. (1995). Perspective in Whole Language. Boston: Allyn and Bacon.
4. De Fine, Allan A. (1992). Portfolio Assessment: Getting Started. New York: Scholastic Professional Books.
5. Depdikbud. (1990). Mengajar Bahasa Indonesia: Untuk Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud.
6. Fillmore, Lily Wong dan Meyer, Lois M. (1992). “The Curriculum and Linguistic Minorities”, dalam Handbook of Research on Curriculum. America: American Eucational research Association.
7. Fisher, Carol J. & Terry, C. Ann. (1982). Children’s Language and the Language Arts. New York: McGraw-Hill Book Company.
8. Furqon. (2001). Evaluasi Belajar di Sekolah. Mimbar Pendidikan No. 3 Tahun XX, Bandung: UPI.
9. Goodman, Kenneth S. (1995). “Whole-Language Research: Foundations and Development” Dalam Perspectives in Whole Language. Bostom: Allyn and Bacon.
10. Hasan, S. Hamid. (1988). Evaluasi Kurikulum. Jakarta: Depdikbud, Dikti, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga kependidikan.
11. Hasan, S. Hamid & Zainul, Asmawi (1993). Evaluasi Hasil Belajar. Jakarta: Depdikbud.
12. Hidayat S., Kosadi. (2002).Pembelajaran Bahasa komunitas Melalui Pembelajaran. Elekronika. Bandung: Mimbar Pendidikan No. 1 tahun XXI.
Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia"
Posting Komentar