Mei lalu, masyarakat Bekasi sempat dikagetkan dengan perceraian pasangan Adam Rahmatullah dengan Narendra Garini Anutama Natakusumah. Pasalnya, Adam --mantan jamaah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)-- digugat cerai oleh istrinya, Narendra, setelah Adam tak lagi menjadi jamaah LDII. Rumah tangga yang telah mereka bangun sejak 2001 itu pun roboh. Adam menyatakan keluar dari LDII pasca-perpulangannya dari ibadah haji 2010 silam. Kendati demikian ia mengaku sejak SD sebenarnya sudah mengetahui bahwa ada ajaran LDII yang sesat, namun Adam hanya diam dan tetap menjalankan ajaran tersebut. “Saya sebenarnya sudah mengetahui kesesatan ajaranya sejak saya kelas 3 SD,” aku Adam sebagaimana dikutip republika.co.id.
Adam menjadi bagian dari jamaah LDII karena kedua orangtuanya anggota LDII. Ia menikahi Narendra, anggota LDII dan juga anak dari anggota LDII. Pernikahan yang baru tercatat di KUA tahun 2003 awalnya merupakan pernikahan yang bahagia dan romantis, karena mereka sama-sama jamaah LDII. Namun ketika Adam menyatakan niat keluar dari LDII yang sudah empat kali berganti nama itu, istri dan mertuanya memaksa Adam menceraikan istrinya. Alasannya, Adam yang telah keluar dari LDII dianggap kafir.
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), Amin Djamaluddin, mengatakan mengafirkan Muslim di luar jamaah mereka termasuk ajaran sesat. Peristiwa yang dialami Adam itu membenarkan pernyataan Amin yang menyatakan bahwa LDII telah mengafirkan jamaah di luar jamaah mereka. “LDII itu suka mengafirkan Muslim yang bukan jamaahnya,” terang Amin kepada Majalah Gontor.
Sementara itu, Ketua Umum DPP LDII, Prof Abdullah Syam, ketika menggelar acara pembekalan kader dai dan daiyah LDII di Pondok Pesantren Minhajurrasyidin, Januari lalu mencoba mengklarifikasi beberapa ajaran mereka yang dianggap sesat. Abdullah menjelaskan, LDII yang lahir dari Islam Jamaah ini tidak pernah menganut ajaran Islam Jamaah yang mengafirkan umat Islam di luar jamaahnya. Ia juga mengatakan, H Nurhasan Ubaidah atau Madighol bukan Amir atau Imam mereka.
Menanggapi pernyataan itu, Amin menyebutkan LDII mempunyai doktrin bithonah yang mewajibkan jamaah LDII untuk berbohong demi kepentingan LDII. “Ajaran bithonah itu wajib bagi mereka,” ujar Amin. Karena itu perubahan paradigma yang telah diproklamirkan Ketua Umum DPP LDII tersebut justru dianggap Amin sebagai sebuah kebohongan semata.
Amin menunjukkan sejumlah bukti berupa buku-buku mengenai kesesatan LDII yang diterbitkan oleh LPII. Ia meminta masyarakat berhati-hati dengan LDII.
Buku Akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah yang juga terbitan LPPI menjelaskan mengenai ajaran fathonah bithonah yang diajarkan pendiri LDII, H Nurhasan Ubaidah. Ajaran itu menyebutkan jamaah LDII diperbolehkan menyampaikan sesuatu secara tidak transparan dalam hal-hal yang bila dikemukakan secara transparan akan dapat merugikan LDII atau tujuan jamaah tidak tercapai.
Buku karangan HMC Shodiq itu menjelaskan bahwa ajaran fathonah bithonah telah melegalisir kebohongan, sehingga dengan alasan untuk menjaga kepentingan LDII jamaah dibolehkan untuk berbohong. Karena itu ajaran fathonah bithonah itu tanpa disadari akan menjadi benih kemunafikan.
Dengan kata lain paradigma baru yang diploklamirkan Ketua Umum DPP LDII, Prof Abdullah Syam, harus diwaspadai sebagai antisipasi dari kebenaran ajaran fathonah bithonah yang memperbolehkan jamaah berbohong atau bahkan mewajibkan berbohong demi kepentingan LDII. (Devi/MG)
Sumber
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Menguak Kesesatan LDII"
Posting Komentar