Litwin dan Stringer (dalam Radityo, 2003: 18–22) mengemukakan dimensi-dimensi iklim organisasi sebagai berikut :
1) Struktur (structure), yakni dimensi yang mencakup perihal:
a) Situasi pelaksanaan tugas, yaitu ketersediaan sejumlah informasi yang rinci mengenai definisi tugas, prosedur pelaksanaan dan hambatan-hambatan yang mungkin terjadi.
b) Langkah dan tindakan dari pimpinan atau manajemen sehubungan dengan kebijakan, peraturan, sistem hirarkhi dan birokrasi, penjelasan dan penjabaran tugas serta proses pengambilan keputusan dan juga sistem kontrol yang diberlakukan dalam organisasi.
2) Tanggungjawab (responsibility), yakni dimensi yang menggambarkan rasa tanggungjawab yang tumbuh dalam organisasi, sehingga anggota organisasi benar-benar memiliki tanggungjawab yang besar terhadap pelaksanaan tugas, hasil dari pekerjaan dan mutu output.
3) Resiko (risk), yakni dimensi yang menggambarkan kemampuan organisasi untuk mengelola resiko. Setiap anggota organisasi akan siap dan mantap dalam bekerja serta mau menghadapi resiko, jika sejak awal dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
4) Imbalan dan sangsi (reward and punishment), yakni dimensi yang menunjukkan sistem pemberian imbalan dan sangsi yang berlaku dalam organisasi. Sistem pemberian imbalan dan sangsi hendaknya berlaku adil dan proporsional. Adil dalam arti sistem pemberian imbalan dan sangsi ini berlaku mengikat setiap anggota organisasi. Proporsional dalam arti imbalan dan sangsi diberikan sesuai dengan tingkat prestasi dan kesalahan yang dilakukan oleh anggota organisasi.
5) Kehangatan dan dukungan (warmth and support), yakni dimensi yang menggambarkan situasi interaksi antara anggota organisasi. Interaksi yang baik dan harmonis dari seluruh anggota arganisasi akan memberikan kepuasan pada setiap anggota organisasi. Berkaitan dengan interaksi antar anggota organisasi, Mira (2003: 92) menyatakan bahwa rekan sekerja yang ramah dan mendukung, perilaku atasan yang bersifat ramah dan dapat memahami, mendengarkan pendapat karyawan serta menunjukkan suatu minat pribadi pada karyawan, merupakan determinan utama kepuasan.
6) Konflik (conflict), yakni dimensi yang menggambarkan situasi yang terjadi bila ada permasalahan dalam aktivitas organisasi. Rendall dan Susan (1999: 243 ) menyatakan bahwa cara yang dapat dilakukan perusahaan dalam mengatasi konflik adalah melalui komunikasi terbuka, negosiasi, dan saling menghargai.
Sementara itu Housser (dalam Kamuli, 2004: 21) mengemukakan dimensi-dimensi iklim organisasi sebagai berikut :
a. Decision making practice (praktek pengambilan keputusan)
b. Communication flow (arus komunikasi)
c. Motivasional condition (kondisi yang memotivasi)
d. Human resources primary (penghargaan terhadap sumber daya manusia)
e. Lower level influence (pengaruh bawahan)
f. Technological readiness (penyediaan teknologi)
Berkaitan dengan iklim organisasi di dunia pendidikan, khususnya di pendidikan formal (sekolah), Halfin dan Crofts (dalam Praja, 2002:51) mengemukakan delapan dimensi yang menjadi karakteristik iklim organisasi sekolah, yaitu: 1) hindrace (gangguan), 2) intimacy (keakraban), 3) disengagement (keadaan berlepas diri), 4) esprit (semangat kerja), 5) productions emphasis (penekanan pada hasil), 6) aloofness (pembuatan jarak sosial), 7) concideration (pertimbangan dan perhatian), dan 8) thrust (dorongan serta bimbingan). Karakteristik iklim organisasi sekolah ini merupakan tolok ukur kondisi iklim organisasi sekolah, sehingga dijadikan satuan pengukuran dengan nama OCDQ (The Organizational Climate Description Questionaire). Pada pengukuran OCDQ, responden diminta untuk melukiskan sejauhmana masing-masing pernyataan menunjukkan sifat atau ciri iklim organisasi sekolah.
Halfin dan Crofts membedakan ke delapan dimensi iklim organisasi sekolah menjadi dua bagian sama besar, yakni satu bagian menyangkut sifat-sifat yang merupakan perilaku pada staf pengajar (faculty behavior), sementara bagian lain menyangkut sifat-sifat yang mencerminkan perilaku kepala sekolah (principle behavior).
Dimensi yang berkenaan dengan karakteristik iklim organisasi sekolah yang menyangkut perilaku staf pengajar (guru) terdiri dari: 1) hindrace (gangguan), 2) intimacy (keakraban), 3) disengagement (keadaan berlepas diri), dan 4) esprit (semangat kerja). Sementara dimensi yang memperlihatkan karakteristik yang menyangkut perilaku kepala sekolah mencakup: 1) productions emphasis (penekanan pada hasil), 2) aloofness (pembuatan jarak sosial), 3) concideration (pertimbangan dan perhatian), dan 4) thrust (dorongan serta bimbingan).
Dimensi yang berkenaan dengan karakteristik iklim organisasi sekolah yang menyangkut perilaku staf pengajar (guru) dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Hindrace, menunjukkan perasaan staf pengajar (guru) terhadap kepala sekolah. Pada karakteristik ini guru menunjukkan perasaan bahwa kepala sekolah membebani mereka dengan tugas-tugas rutin, pekerjaan kepanitiaan, dan tugas lainnya yang semuanya dirasakan oleh guru sebagai kesibukan yang tidak perlu.
b. Intimacy, merujuk kepada rasa senang dari guru akan adanya hubungan pribadi yang hangat dan rasa berteman antara teman sejawat.
c. Disengagement, merujuk kepada kecenderungan yang ada pada diri guru dalam melakukan sesuatu, tidak merasa adanya ikatan tanggung jawab dalam menjalankan tugas.
d. Esprit, merujuk kepada adanya semangat kerja yang tumbuh saat melaksanakan tugas dan rasa puas karena telah dipenuhinya kebutuhan sosial mereka.
Dimensi yang berkenaan dengan karakteristik iklim organisasi sekolah yang berkaitan dengan perilaku kepala sekolah dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Production emphasis, merujuk kepada perilaku kepala sekolah dengan ditandai pengawasan ketat terhadap guru-guru, berperilaku serba perintah, serta kurang peka terhadap keadaan dan kemampuan guru.
b. Aloofnes, merujuk kepada perilaku kepala sekolah yang selalu serba resmi dan tidak menunjukkan adanya kedekatan pribadi dengan para guru, selalu menekankan pada rujukan-rujukan secara tertulis, serta senantiasa memelihara jarak antara dirinya dengan para guru.
c. Consideration, merujuk kepada perilaku kepala sekolah yang berupaya menciptakan suasana hangat dan perasaan berteman dengan para guru, senantiasa berusaha untuk memberikan bantuan dalam batas kemampuan yang dapat diberikan oleh seorang pimpinan kepada bawahannya.
d. Thrust, merujuk kepada perilaku kepala sekolah yang menggambarkan sifatnya yang dinamis dalam usaha menggerakan organisasi sekolah dengan memberikan berbagai dorongan dan contoh teladan bagi guru.
Bila dikaitkan dengan permasalahan penelitian, pendapat Halfin dan Crofts di atas lebih berfokus kepada pengkuran iklim organisasi sekolah. Oleh karena itu dimensi iklim organisasi dari Halfin dan Crofts direncanakan akan digunakan sebagai parameter pengukuran iklim organisasi sekolah.
Ditulis oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pdhttp://kabar-pendidikan.blogspot.com
Belum ada tanggapan untuk "Dimensi Iklim Organisasi"
Posting Komentar