Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia setelah pendidikan rumah tangga yang masih eksis hingga kini. Pesantren sebagai komunitas dan sebagai lembaga pendidikan yang besar jumlahnya dan luas penyebarannya di berbagai pelosok tanah air telah banyak memberikan saham dalam pembentukan manusia Indonesia yang religius. Peran pesantren di masa lalu kelihatan paling menonjol dalam hal menggerakkan, memimpin dan melakukan perjuangan dalam rangka membebaskan negeri ini dari penindasan para penjajah.
Ahmad Tafsir dengan mengutip pernyataan Muhammad Mansur Suryanegara mengatakan bahwa sulit mencari gerakan melawan penjajah di Indonesia ini yang bukan degerakkan dan dipimpin oleh orang pesantren (Tafsir, 2007: 192). Hal itu mudah dipahami karena orang pesantren adalah orang Islam yang imannya dapat diandalkan, iman dan Islam yang mereka miliki tidak dapat menerima adanya supremasi seseorang, golongan, atau bangsa atas orang, golongan, atau bangsa lain. Penjajahan dalam bentuk apapun tidak dapat diterima dalam ajaran Islam.
Pesantren di Indonesia merupakan salah satu wujud pranata pendidikan tradisional yang hingga kini masih relevan dan tetap eksis. Sejak dilancarkannya perubahan atau modernisasi pendidikan Islam di berbagai kawasan dunia Islam, tidak banyak lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam seperti pesantren yang mampu bertahan. Kebanyakannya telah lenyap tergusur oleh ekspansi sistem pendidikan sekuler atau mengalami transformasi menjadi lembaga pendidikan umum, atau setidak-tidaknya menyesuaikan diri dan mengadopsi isi dan metodologi pendidikan umum yang sekuler (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007: 437-438).
Di tengah-tengah kehidupan modern, di mana kemerosotan akhlak telah merambah semua kalangan sebagai efek samping yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi, pendidikan pesantren dapat tampil memainkan perannya sebagai pengawal moral bangsa. Terlepas dari segala kelemahan dan kekurangannya, pesantren memiliki keunggulan tersendiri dan masih dianggap sebagai tempat yang paling efektif untuk memperkenalkan ajaran Islam, pembinaan moral serta akhlak yang mulia. Kemunculan pesantren di perkotaan juga merupakan indikator penting bahwa lembaga pendidikan model pesantren semakin dibutuhkan dan diminati.
Seiring dengan laju perkembangan masyarakat, pendidikan pesantren telah jauh mangalami perubahan dan perkembangan. Tulisan ini akan membahas tentang perkembangan pondok pesantren dengan membatasi permasalahan pada persoalan pengembangan kurikulum terkait dengan tujuan, materi, dan metode pembelajarannya.
1. Pengertian
Kurikulum dapat diterjemahkan dalam bahasa Arab dengan istilah manhaj yang berarti jalan terang atau jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007: 447).
Pengertian kurikulum menurut UU SISDIKNAS BAB I Th. 2003 Pasal 1 (19) adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Istilah kurikulum dalam pendidikan pesantren dapat mengalami perluasan atau pengembangan makna, sejalan dengan dinamika pesantren di tengah-tengah proses transformasi masyarakat yang bergerak dari pola kehidupan tradisional menuju masyarakat modern. Proses perkembangan ini telah membawa corak pendidikan pesantren yang semakin beragam dewasa ini. Dari sudut ini pemaknaan terhadap arti dan fungsi kurikulumnya menjadi turut beragam pula. Untuk lembaga-lembaga pendidikan semacam pesantren tradisional, pola transmisi terlihat dominan berpengaruh di dalam aktivitas pendidikannya (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007: 448).
2. Tujuan
Tujuan pendidikan pesantren adalah setiap maksud dan cita-cita yang ingin dicapai pesantren, terlepas apakah cita-cita tersebut disampaikan secara tertulis atau tidak tertulis (lisan). Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren dalam merumuskan tujuan atau cita-citanya selalu merujuk pada nilai-nilai yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah, baik itu rumusan dalam bentuknya yang tertulis maupun yang disampaikan secara lisan oleh kyainya. Pesantren juga memperhatikan aspirasi masyarakat sekitarnya, karena itu pesan-pesan masyarakat juga diakomodasi dalam wujud kurikulum pesantren (Khozin, 2006: 102-103).
Daftar Referensi:
1. Daulay, Haidar Putra. 2001. Historitas dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.
2. Khozin. 2006. Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia. Malang: UMM Press.
3. Qomar, Mujamil. TT. Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Ideologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
4. Rahim, Husni. 2001. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.
5. Said, Moh dan Junimar Affan. 1987. Mendidik dari Zaman ke Zaman. Bandung: Jemmars.
6. Saridjo, Marwan. 1982. Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia. Jakarta: Dharma Bhakti.
7. Tafsir, Ahmad. 2007. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
8. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama.
9. Wahid, Marzuki; Suwendi dan Saefuddin Zuhri. 1999. Pemberdayaan dan Transformasi
Pesantren. Bandung: Pustaka Hidayah.
10. Yunus, Mahmud. 1985. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung.
Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
Sumber:
www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.kmp-malang.com www.arminaperdana.blogspot.com,
http://grosirlaptop.blogspot.com
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Konsep Kurikulum Pendidikan di Pesantren"
Posting Komentar